FaktualNews.co

Menolak Dikarantina atau Disemprot Disenfektan Selama Covid-19 Bisa Dipenjara

Hukum     Dibaca : 1099 kali Penulis:
Menolak Dikarantina atau Disemprot Disenfektan Selama Covid-19 Bisa Dipenjara
FaktualNews.co/Syarief Abdurrahman
A Sholikhin Ruslie, dalam satu sesi seminar di Jombang.

JOMBANG, FaktualNews.co – Ketentuan undang-undang terkait masa wabah virus Corona bisa memenjarakan individu tertentu yang menolak dikarantina, pembatasan sosial maupun disemprot disinfektan. Demikian dikatakan praktisi hukum, A Sholikhin Ruslie, Sabtu (25/4/2020).

“Pihak-pihak yang tidak mengindahkan perintah untuk karantina maupun pembatasan sosial bisa dikenakan pasal 14 UU 4/1984 tentang wabah penyakit menular,” katanya kepada FaktualNews.co, Sabtu (25/4/2020).

Ia megatakan, orang yang menolak karantina bisa dimasukkan ke kategori menghalangi penanggulangan wabah. Hal itu, menurutnya, diatur dalam undang-undang dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya setahun atau denda setinggi-tingginya sejuta.

Selain itu, perbuatan seseorang yang karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah maka diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan Rp. 500 ribu.

Contoh perilakunya yaitu menghalangi atau menolak penyemprotan membunuh nyamuk penyebab demam berdarah dan menolak penyemprotan desinfektan untuk Covid-19.

“Hal lain yaitu sengaja meninggalkan rumah dan menguncinya agar tidak dilakukan penyemprotan adalah contoh perbuatan yang dianggap telah melakukan penolakan,” ujar Sholikhin.

Selain itu, menurut Sholikhin dalam pasal 93 UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan dijelaskan setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan dan menyebabkan kedaruratan kesehatan maka dipidana paling lama setahun. Untuk dendanya paling banyak seratus juta rupiah.

“Siapa saja yang menolak dikarantina atau mematuhi imbauan pembatasan sosial, dapat dikategorikan menghalangi penanggulangan penyebaran virus Covud 19,” tegasnya.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh