FaktualNews.co

Pasien Corona di Jombang ‘Keluyuran’, Pakar Hukum: Menolak Diisolasi Bisa Dibui!

Hukum     Dibaca : 985 kali Penulis:
Pasien Corona di Jombang ‘Keluyuran’, Pakar Hukum: Menolak Diisolasi  Bisa Dibui!
FaktualNews.co/muji lestari
Sholikhin Ruslie

JOMBANG, FaktualNews.co-Adanya pasien positif Corona menolak diisolasi, bahkan ketahuan keluyuran di tempat umum beberapa waktu lalu, memantik reaksi pakar hukum Sholikhin Rusli untuk menanggapi.

Sholikhin mengaku prihatin dengan banyaknya ODP (orang dalam pantauan) maupun PDP (pasien dalam pengawasan) yang menolak mengikuti prosedur kesehatan.

Padahal, kata dia, aturan-aturang tentang hal itu sangat jelas, begitupun ancaman hukumannya.

“Pihak-pihak yang tidak mengindahkan perintah untuk karantina maupun pembatasan sosial, sebenarnya dapat dikategorikan tidak berperan serta dalam penanggulangan wabah virus corona, dan itu ada ancaman pidananya,” ujarnya, Minggu (26/4/2020).

Sholikhin mencontohkan, ketentuan yang terdapat pada Pasal 14 Undang-Undang nomor 4 tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit menular.

Dalam regulasi ini, dijabarkan, barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda hingga Rp 1 juta.

Selanjutnya, ungkap dia, barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau denda Rp 500 ribu.

“Yang dimaksud menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah adalah penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan ke masyarakat dan
upaya penanggulangan lainnya,” bebernya.

Contoh kealpaan ini juga sudah diatur dalam Pasal 14 ayat Undang-undang 4 tahun 1984.

Dia mengungkapkan,
menghalangi atau menolak penyemprotan (membunuh nyamuk penyebab DB) maupun menolak penyemprotan disinfektan untuk pencegahan corona.

Bahkan sengaja meninggalkan rumah dan menguncinya agar tidak dilakukan penyemprotan adalah contoh perbuatan yang dianggap telah melakukan penolakan.

“Selain itu dalam Pasal 93 Undang-undang nomor 6 tahun 2018 tengang Kekarantinaan kesehatan,” tambahnya.

Sehingga kata Sholikhin, siapa saja yang menolak dikarantina atau tidak mematuhi imbauan pembatasan sosial, dapat dikategorikan telah menghalangi upaya penanggulangan penyebaran virus corona dan dapat dipidana.

“Instrumen hukumnya sudah jelas, sekarang Covid-19 akan cepat hilang bergantung ketegasan pemerintah dan sejauh mana ketaatan dan kesadaran masyarakat terbangun dengan baik,” terangnya.

Sehingga, sambung Sholikhin, peraturan yang sudah dibuat dan prosedur kesehatan yang sudah dicanangkan dapat dijalankan dangan baik dan penuh tanggung jawab.

Pemerintah sendiri telah membuat kebijakan bagi siapa saja yang terindikasi terpapar virus corona. Aturan itu dibuat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Selain mengkategorikan status paparan virus, aturan juga dibuat untuk menentukan langkah atau tindakan yang akan diambil. Salah satunya dengan melalukan karantina, baik di rumah sakit maupun mandiri.

“Untuk itu setiap orang wajib berperan-serta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan Covid-19 ini, sekurang-kurangnya dengan cara memberikan informasi adanya penderita atau patut diduga penderita penyakit wabah,” katanya.

Selain itu, sambungnya, membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah, serta menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah