FaktualNews.co

Emak-emak dan Tukang Becak di Kota Probolinggo Berebut Takjil Dari Pengendara

Peristiwa     Dibaca : 677 kali Penulis:
Emak-emak dan Tukang Becak di Kota Probolinggo Berebut Takjil Dari Pengendara
FaktualNews.co/Mojo
Sejumlah tukang becak dan ibu-ibu saat rebutan takjil.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Ada pemandangan tak lazim di jalan Raya Panglima Sudirman. Belasan tukang becak parkir berjejer mulai depan rumah dinas (Rumdin) Wali kota hingga kantor Wali kota atau kantor Pemkot Probolinggo. Tak hanya di tempat tersebut, di jalan Pahlawan, juga terdapat pemandangan seperti itu.

Usut punya usut, puluhan tukang becak parkir atau nyanggong di lokasi tersebut bukan menunggu penumpang, tetapi mencari takjil dan sedekah berupa sembako. Di antara mereka adalah Sugiono (50) dan Agus Sugiono (43) yang menunggu di jalan Panglima Sudirman, persis depan Rumdin Wali kota, Minggu (3/5/2020) sore.

Agus, warga Jalan Patiunus, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan mengaku, berada di sana sejak hari pertama bulan puasa. Sebelumnya, ia menunggu penumpang di jalan dr Sutomo. Lantaran tidak mendapat penumpang, ia pindah di jalan raya Panglima Sudirman.

“Di depan plaza, saya nggak ngangkut penumpang sama sekali, sepi pol,” ujarnya.

Di tempat yang baru itu, Agus bukan mencari penumpang, tetapi menunggu takzil dan sedekah. Selama 10 hari nyanggong di sana, pria bertubuh kerempeng ini mengaku, pernah mendapat sembako dan setiap hari mendapat beberapa takjil buka. Barang yang terima setiap sore tersebut, bukan dari Pemkot atau pribadi Wali kota, tetapi dari pengendara.

Selama nyanggong di depan Rumdin, Agus pernah melihat Wali kota keluar dari dinasnya. Ia hanya menyapa dengan melambaikan tangan, tidak pernah berhenti untuk memberikan sesuatu. Baik ke Samsul ataupun ke tukang becak lainnya.

“Nggak pernah dapat. Pak Wali hanya tersenyum dan melambaikan tangan,” aku Agus yang diamini oleh rekan sesama tukang becak.

Ditanya, apakah di kampungnya mendapat sembako dari Pemkot ? Agus menjawab belum dapat. Hanya saja, ia sudah didata oleh ketua RT-nya beberapa hari lalu. Hanya saja, hingga kini Agus dan warga yang lain belum mendapatkan bantuan.

“Sudah di data oleh pak RT. Nggak tahu untuk apa. Yang jelas, kami dan warga yang lain belum dapat sembako,” tambahnya.

Agus berharap, bantuan sembako dari Pemkot segera turun. Mengingat, ia butuh karena selama bulan puasa, pendapatan dari hasil becak, terjun bebas sehingga tak sanggup memenuhi kehidupan istri dan anaknya.

“Pagi, saya nganggong di Plaza. Nggak pernah dapat penumpang. Sorenya saya ke sini. Berharap takjil dan sedekah dari pengendara,” pungkasnya.

Hal senada juga diungkap Sugiono, warga jalan Cangkring, kelurahan Kanigaran, kecamatan kanigaran. Di tempat nyanggongnya di timur perempatan Randupangger, tak pernah mendapat penumpang. Apalagi, pasca terminal Purabaya atau Bungurasih ditutup, tidak ada penumpang yang turun di lokasi tempatnya. “MPU antar kota juga jarang yang jalan,” ujarnya.

Akibatnya, selama bulan puasa hingga saat ini, Agus mengaku, belum pernah memberi uang belanja ke istrinya. Bahkan, untuk membeli rokok, ia meminta ke istrinya. Untuk membalas jasa ke istrinya, sebelum pulang ia harus membawa sesuatu untuk dimakan bersama istri dan anaknya.

“Akhirnya saya ke sini. Nunggu takjil dan sedekah dari pengendara yang lewat di depan Rumdin Wali kota,” ujarnya.

Sama dengan Agus Sugiono, Agus dan beberapa tukang becak yang nyanggong di timur lampu merah brak tersebut, belum pernah mendapat sesuatu dari Wali kota dan Pemkot. Di tempat tinggalnya, Agus sudah didata oleh ketua RT-nya, namun hingga kini belum mendapatkan apa-apa. “Hanya didata tok. Saya dan warga yang lain, nggak dapat apa-apa,” tambahnya.

Beberapa hari terakhir, Agus dan tukang becak lainnya harus berebutan dengan ibu-ibu yang membawa anaknya untuk mendapatkan takjil atau pemberian bentuk lain. Awalnya, ibu-ibu yang dimaksud tidak ada, namun beberapa hari belakangan, merka ikut berebut takjil. “Nggak tahu dari mana. Sampai-sampai saya tidak dapat. Karena mengalah,” sambungnya.

Saat ditanya, ibu-ibu yang sebagian membawa anaknya, enggan mengaku asalnya. Mereka hanya mengaku berada di sana, untuk mendapatkan takjil seperti tukang becak. Dilihat dari penampilan dan pakaiannya, mereka termasuk warga mampu. Bahkan, ada yang membawa sepeda motor, berboncengan dengan putrinya.

“Kalau saya ke sini, tiap minggu dan Jumat. Nggak tahu yang lain,” ujar perempuan usai menerima takjil.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas