JEMBER, FaktualNews.co – Warga muslim di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember, melaksanakan Salat Id lebih awal dari yang ditetapkan pemerintah.
Tidak hanya penentuan hari raya Idul Fitri yang lebih awal, awal puasa pun mereka juga mengawali dari yang ditetapkan pemerintah. Dasarnya diambil dari kitab Nuzhatu Al Majaalis Wa Muntakhobu Al Nafaais, yang sudah turun temurun dipegang oleh Kiai dan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Mahfilud Duror di desa setempat.
“Bahwa prinsipnya lima hari dari awal Ramadan tahun sebelumnya, menjadi awal bulan Ramadan tahun berikutnya,” ucap Pengasuh Ponpes Mahfilud Duror, KH Ali Wafa saat dikonfirmasi di rumahnya usai Salat Id, Sabtu (23/5/2020).
Pria yang biasa dipanggil Lora Ali ini menjelaskan, tahun lalu 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada hari Selasa. “Maka dihitung 5 hari berikutnya, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. Jadi hari ini 1 Syawal 1441 Hijriah, kami Salat Id dan berlebaran. Dulu Awal 1 Ramadan juga gitu,” katanya.
Namun dari hasil penghitungan ini, katanya, tidak serta merta harus diikuti oleh masyarakat. Dia cukup memberi tahu warga sekitar pondok, santri, dan alumni santri bahwa Ponpes Mahfilud Duror menetapkan awal bulan Syawal hari ini.
“Tapi dalam kurun waktu 5 tahun sekali, ada hari awal ramadan ataupun awal syawal bersama dengan pemerintah. Tidak selalu berbeda. Kemudian setiap sewindu sekali atau 8 tahun sekali, ada ijtihad yang dilakukan untuk diperbaharui hitungannya,” ulasnya.
Ditanya perihal alasan mengapa tetap melaksanakan Salat Id ditengah pandemi Virus Covid-19 dan tidak menjalankan himbauan pemerintah setempat.
“Sudah saya sampaikan, bahkan juga sudah disosialisasikan kepada jemaah saya, untuk memakai masker, jaga jarak, cuci tangan, bahkan saya siapkan (bilik) disinfektan, tapi mereka tidak mau memakainya,” ucapnya.
Bahkan jemaahnya menyampaikan, kata Lora Ali, jika pemerintah sayang sama masyarakatnya, tahu tidak ada masker, mestinya disediakan.
“Kalau pemerintah ngeman (perhatian, red) dengan masyarakatnya, kan tidak punya masker, ya (pemerintah) nyiapkan masker,” sambungnya.
Bahkan himbauan pemerintah untuk Salat Id di rumah, katanya, juga tidak digubris para jemaahnya. “Ini bapak-bapak dan ibu-ibu untuk Salat Id di rumah! Lah iya kalau tahu (cara) mengimami Pak Kiai. Jangankan mengimami, baca khotbahnya saja tidak tahu,” tukasnya menirukan jawaban jemaahnya.
Sehingga dengan himbauan yang dianggap tidak digubris oleh jemaahnya itu, Lora Ali tetap menggelar Salat Id berjamaah di pondok pesantrennya itu.
“Selain juga digelar di 3 lokasi berbeda, jemaah lelaki dan perempuan dipisah, kemudian jemaah lelaki dan perempuan ada yang satu lokasi tidak jauh dari sini (pondoknya). Total ada ribuan orang yang salat,” ujarnya.
“Dari warga sini Desa Suger sendiri, dari desa lain masih Kecamatan Jelbuk, Bondowoso, dan daerah lain,” imbuhnya.