JOMBANG, FaktualNews.co-Siapa pun tak ingin menjadi orang terinfeksi corona virus disease 2019 (Covid-19). Namun setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Allah menciptakan sesuatu tentu tidak sia-sia.
Itulah keyakinan Soetarno Said, warga Desa Sengon, Kecamatan/Kabupaten Jombang yang menjadi pasien positif Covid-19 ke-18 di Jombang.
Soetarno berpikir dirinya dipilih Allah SWT untuk menjadi duta Covid-19 di Jombang. Ia pun siap bila diminta bercerita dan berbagi kisah motivasi dalam memerangi Covid-19.
“Saya berpikir positif pada Allah. Saya dipilih Allah untuk mengedukasi masyarakat, agar tidak panik dan takut berlebihan dalam menghadapi Covid-19,” katanya ditemui di kediamannya, Kamis (4/6/2020).
Soetarno tak pernah menyangka, ternyata obat terbaik yang menyembuhkan sakitnya adalah mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Sebagai muslim taat, saat mendapat cobaan sakit ini Sutarno terus mengevaluasi dirinya dan bertaubat atas segala kesalahan masa lalu. Baru lah selanjutnya ditambahi usaha lahir berupa obat-obatan dari resep dokter.
“Saya sebagai muslim berkeyakinan setiap sakit ada obatnya. Obat dari segala dosa adalah taubat. Ditambah vitamin C, obat herbal, minyak zaitun, dan obat malaria. Pasrah diri kepada Allah selanjutnya,” jelas pria yang akrab disapa Pak Tono ini.
Pak Tono menambahkan, dengan sikap pasrah pada Allah bisa membuat pikiran lebih tenang dan meningkatkan imun tubuh.
Mantan guru di salah satu sekolah menengah di Jombang ini menceritakan, bagi penderita Covid-19 yang ditanggung tidak hanya sakitnya tapi juga beban pikiran.
Pikiran kadang kacau karena tekanan dari masyarakat dan media sosial (medsos) bisa membuat seseorang bertambah sakit. Itu lebih sakit dari Virus Corona sendiri.
Dalam keadaan kacau, pikiran Pak Tono saat itu mengarah pada tanggung jawab sebagai suami dan ayah bagi anak-anaknya. Ia terus teringat anak-anaknya yang masih butuh dukungan dan pengawasan orang tua.
Itu lah sebabnya pasien Covid diminta tidak terlalu memikirkan keluarga. Dikarenakan pikirannya kacau dan imun turun maka semakin sulit sembuh. Penyakit psikis membuat Covid-19 tambah bahaya.
“Kalau sakit Covid-19 sendiri tidak terlalu jadi masalah. Beban pikiran yang buat saya drop. Makan makanan saja mau muntah,” ungkapnya.
Ketenangan jiwa dan kebangkitan motivasi Pak Tono untuk sembuh juga didukung oleh pihak Pemerintah Desa Sengon, Pemerintah Jombang dan tim medis yang selalu siaga.
Dalam curhatnya, rasanya tak cukup jari tangan dan kaki menghitung jasa para orang baik di sekitar Pak Tono yang berperan dalam kesembuhannya.
Semisal untuk biaya rumah sakit ditanggung pemerintah semua. Tak jarang pula, tenaga medis menjadi tempat curhat Pak Tono dalam melewati virus yang berasal dari Wuhan ini.
Hal indah yang tak bisa dilupakannya adalah budi baik pihak rumah sakit menempatkan ia dan istri dalam satu ruangan. Sehingga ada teman berkeluh kesah.
“Alhamdulilah semua bantu, pemerintah desa, pemkab, pihak rumah sakit. Banyak murid saya di rumah sakit. Ini membuat pikiran saya jadi plong. Jadi lebih cepat sembuh. Terutama atas kebaikan tim medis, saya dijadikan satu dengan istri,” beber Pak Tono.
Pak Tono menceritakan, pada awalnya ia tidak punya gejala dan tidak punya riwayat sakit menahun. Paling batuk ringan dan alergi dingin. Hanya tahun 1975 pernah lumpuh kaki. Kalau sakit jantung, paru atau lainnya tidak ada.
Hingga saat ada panas tinggi ia kaget dan sampai dicek tiga kali.
Kisah luar biasanya bersama Covid-19 bermula pada 1 hingga 6 April 2020 masuk rawat inap di Graha Waluya RSUD Jombang. Waktu itu diagnosisnya asam lambung, maag tinggi. Lalu diagnosis demam berdarah.
Setelah sembuh, ia kembali ke rumah. Pada 14 April 2020 ia menyambangi teman Sekolah Dasar (SD) dulu, yang baru pulang dari Asrama Haji Surabaya.
“Saya bukan klaster jamaah haji, hanya dikaitkan. Karena menjenguk teman,” ujar Pak Tono.
Tak berselang lama, pada 21 April 2020, Pak Tono mendapat panggilan dari Pemerintah Desa Sengon untuk datang ke Puskesmas Jabon mengikuti Rapid Test, dan hasilnya reaktif. Sore itu juga diminta persiapan tes swab.
Pada 22 April 2020 dilakukan tes swab pertama, sambil menunggu hasil tes ia diminta isolasi mandiri di rumah. Hasil tesnya negatif, sampai 2 Mei 2020 masih negatif.
Pada 4 Mei 2020, tes swab kedua dan diumumkan pada 12 Mei 2020 dengan hasil positif. Kemudian 13 Mei 2020 diminta siap-siap untuk dijemput dan dibawa ke RSUD Ploso untuk dikarantina.
Istrinya, Heni Yuliastutik yang juga seorang guru juga positif Covid-19. Kemungkinan terjangkit dari dirinya.
“Istri yang menemani rawat inap saat sakit dulu jadi ikut positif. Anak saya ikut kakeknya di Peterongan, jadi aman. Istri saya dirapid test dan swab hasilnya positif,” ungkapnya.
Kepada masyarakat umum ia berharap untuk berhati-hati dalam menyebar kabar adanya pasien positif Covid-19. Jangan mengandalkan kata-kata orang. Lalu ramai di medsos.
Bagi masyarakat yang tidak tahu aslinya, ada baik tanya ke pihak yang tahu. Biar tidak menimbulkan masalah baru. Terutama kepada pasien.
“Tanggal 3 Juni 2020 saya resmi sembuh total. Beberapa tetangga masih ada yang takut. Namun di depan rumah sudah ada karangan bunga ucapan selamat atas kesembuhan. Kini hanya wajib kontrol,” tandasnya.(Syarif, Beni, Slamet)