PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Ada PNS menerima Bantuan Sosial (Bansos) dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Probolinggo. Tak hanya itu, pihak kelurahan ada yang mengaku, tombok atau nomboki ongkos packing. Bahkan, ada juga lurah yang terpaksa membeli mi siap saji, sebagai pengganti mi yang hilang.
Cerita tersebut terungkap saat Pansus Covid-19 bertemu dengan 5 lurah yang berada di wilayah Kecamatan Kanigaran, Kamis (4/6/2020) siang, di ruang Camat Kanigaran. Di antaranya, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kebonsari Wetan, Sukoharjo, Kanigaran, Tisnonegaran dan Kelurahan Curahgrinting.
Ketua Pansus Covid-19, Mukhlas Kurniawan mengatakan, sudah mencatat keluhan Lurah di acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut. Catatan itu, nantinya akan dibawa dan ditanyakan ke Dinsos, mengapa sampai terjadi demikian. Padahal, PNS atau ASN tidak boleh diberi atau menerima bantuan sembako terdampak covid-19.
Bantuan yang salah sasaran, menurutnya, akibat dari data yang salah. Hal itu bisa terjadi, apalagi data yang digunakan Dinsos adalah data dari BPS tahun 2014. Agar tidak terjadi hal yang sama di kemudian hari, Mukhlas meminta, Dinsos mendata atau mengkroscek data yang diterima.
“Harus didata ulang. Kalau tidak pantas menerma bantuan, ya alihkan saja ke warga yang lebih berhak,” ujarnya.
Soal tombok dan mengganti bantuan yang hilang, seharusnya tidak terjadi. Sebab, lanjut Mukhlas, pekerjaan packing atau membungkus bantuan bukan tugas Kelurahan. Sesuai perwali nomor 47 tahun 2020.
“Makanya nanti saya tanyakan ke Dinsos. Soalnya, pekerjaan packing bukan tugas kelurahan,” katanya.
Kelurahan, kata politisi Partai Golkar tersebut, hanya memiliki andil dalam penditribusian, bukan pengepakan. Mukhlas juga menyayangkan bantuan sembako yang diberikan ke tukang becak dan sopir. Selain hanya permintaan secara lisan, saat pembagian tidak memperdulikan protokol kesehatan.
Wali Kota yang kala itu membagikan bantuan, tidak mempedulikan protokol kesehatan. Ribuan warga berkumpul di depan rumah dinas Wali Kota tanpa memperhatikaan jarak. Saking banyaknya, hingga memacetkan arus lalu lintas.
“Saya tahu persis itu. Karena saya lewat di sana. Macet dan protokol kesehatan tidak diperhatikan. Warga berkumpul tanpa jarak,” tambahnya.
Disebutkan, data penerima bantuan sembako dari Baznas tersebut atas permintaan lisan ajudan Wali Kota ke kelurahan. Permintaan data tanpa prosedural jelas, dilakukan dengan cara lisan disesalkan Mukhlas, karena menurutnya, pemerintah sebuah lembaga yang resmi dan berwibawa.
“Ini lembaga pemerintah. Kok nggak jelas prosedurnya. Ya harus tertulis,” pungkasnya sebelum meninggalkan Kecamatan Kanigaran.