FaktualNews.co

Rekontruksi Penganiayaan Salah Sasaran di Tulungagung, Peragakan 39 Adegan

Kriminal     Dibaca : 752 kali Penulis:
Rekontruksi Penganiayaan Salah Sasaran di Tulungagung, Peragakan 39 Adegan
FaktualNews.co/Latif
Suasana rekontruksi yang dilaksanakan di halaman Mapolres Tulungagung. 

TULUNGAGUNG, FaktualNews.co – Penyidik Satrekrim Polres Tulungagung,  merekonstruksi kasus penganiyaan hingga meninggal dunia, yang terjadi di Desa, Demuk Kecamatan Pucanglaban, pada 13 Mei 2020 silam.

Kasus tersebut, sempat menjadi perhatian karena viral di media sosial. Kala AP (38) warga Kecamatan Pucanglaban yang hendak memgamankan Sarto (54), warga Dusun jati, Desa Maron, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, hingga mengakibatkan Sarto meninggal dunia.

Diberitakan sebelumnya, Sarto kala itu yang berjalan di Desa Demuk, yang hendak diamanman oleh warga desa lantaran dicurigai hendak berbuat jahat di Desa Demuk, diam saja ketika ditanyai. Hingga akhirnya, pada kerumunan massa pelaku AP menjegal korban, hingga kepalanya membentur tanah, dan membautnya meninggal dunia selang sehari setelah kejadian utu atau pada Rabu (14/6/2020) malam.

Rekonstruksi kasus tersebut dilaksanakan di halaman Mapolres Tulungagung, di Jalan A Yani Timur, pada Jumat (5/6/2020) siang. Dengan dihadiri dari pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) dan Pensehat Hukum tersangka.

“Ada beberapa adegan yang tidak diepragakan dalam rekontruksi tersebut. Termasuk Kades yang tidak ditampilkan dalam adegan. Padahal kades saat itu ada di lokasi,” ujar Heri Widodo, Penasehat Hukum tersangka AP, pada Sabtu (6/6/2020) malam.

Kejadian tersebut, terjadi di jalan dekat posko kemudian Sarto sempat dievakuasi ke Posko 2, yang berjarak sekitar 500 meter dari tower TVRI, sebelum dibawa pulang oleh keluarganya.

Pihaknya juga mempertanyakan, adegan kerik kepergian mobil patroli Polsek Pucanglaban.

“Apakah mobil itu meninggalkan Posko 2 setelah keluarga datang, atau bersamaan dengan Pak Kades. Apa yang dilakukan Kades juga tidak dijelaskan,” ungkapnya.

Menurut Heri, dalam rekonstruksi tersebut justru ada gambaran kelalaian yang dilakukan Kades dan Polsek Pucanglaban.

“Kalau kasus ini, kenapa si korban tidak langsung dibawa ke Puskesmas saja,” terangnya.

Bahkan, menurut Heri, ketisakjelasan gelar perkara di terkahir ketika korban dibawa pulang oleh keluarganya.

“Jadi ketika korban pulang, dari versi saksi yang kita tanyai berbeda, dan pada saat itu korban sudah dalam keadaan melemah,” pungkasnya.

Pihaknya pun menerangkan, seharusnya penyidiak dapat menerapkan adanya pasal pemaaf dalam kejadian ini. Lantaran, dalam kejadian tersebut, tuduhan tersangka tunggal untuk AP patut dipertanyakan, padahal juga ada polisi yang berada di lokasi kejadian.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin