JOMBANG, FaktualNews.co – Unik, warung Makan “Pak Kampret” di Jalan Seroja Pasar Legi Jombang, semakin larut bukan semakin sepi, namun justru malah bertambah ramai.
Mulai buka sekitar pukul 21.00 WIB, para pelanggan tampak mulai menumpuk antri dilayani pemilik warung. Tak tanggung-tanggung, para pembeli berjejer rapi memenuhi gang 3 Pasar Legi Jombang untuk menikmati kuliner legandaris ini.
Menurut pemilik warung Sri Wahyuni (46), warung ini mulai berdiri sekitar tahun 1995. Dinamakan warung “Pak Kampret” karena dinisbatkan ke pendiri utamanya Jumain Kampret dan Yulianah.
“Mulai buka 1995, oleh kedua orang tua saya. Bapak Jumain Kampret namanya, makanya dinamakan warung makan Pak Kampret,” katanya, Sabtu (13/6/2020) malam.
Sebagai pewaris tunggal, Sri Wahyuni kini menjalani bisnis keluarga ini bersama sang suami bernama Kuncoro. Ia juga dibantu anak tunggalnya Elma dan enam karyawannya.
Saat jurnalis FaktualNews.co tiba di lokasi, Sri Wahyuni dan anaknya tampak hilir mudik melayani pelangganan. Tangannya dengan cekatan membawa menu hidangan.
Cerita Wahyuni, menu andalannya adalah sate daging sapi dengan rasa pedasnya. Rasa pedas ini tak jarang membuat para pembeli berkeringat jagung. Meskipun harus menyediakan cabe cukup banyak, menu ini tetap dipertahankan.
“Terkenalnya ya sate daging sapi dengan pedasnya, selain itu ada juga ramuan rahasianya. turun temurun,” ungkap Wahyuni.
Bagi pelanggan baru agak kesulitan menemukan lokasi sate kampret ini. Betapa tidak, lokasinya di tengah pasar tertutup dari jalan besar. Namun tak perlu khawatir, hampir semua pedagang Pasar Legi Jombang, mengenal warung Kampret ini. Tinggal tanya saja.
Di awal berdiri, sate Kampret hanya buka mulai pukul 23.00 WIB hingga pagi hari. Sejak dipegang Wahyuni, jam bukanya dimajukan sekitar pukul 21.00 WIB hingga pukul 02.20 WIB. Hal ini untuk melayani pelanggan muda yang masih belum tidur.
“Harganya variasi, dalam satu porsi terserah pelanggan mau satenya berapa tusuk, sate tiga tusuk plus nasinya Rp 20 ribu. Sate 5 tusuk plus nasinya Rp26 ribu. Bisa juga sate sapi saja,” ceritanya.
Sri Wahyuni sedikit berkenan memberikan bocoran kenapa sate daging warungnya lebih enak di lidah. Salah satunya karena cara membakarnya yang khas.
Pertama, dagingnya dibakar setengah matang, lalu dikasih bumbu kental dan kemudian dibakar lagi. Dalam memanggang pun tak boleh hingga gosong.
Warga Balong Besuk, Diwek, Jombang ini menambahkan, dalam sehari ia mempersiapkan 2000 tusuk sate dari 38 kg daging dan lemak sapi. Di hari biasa, ribuan tusuk ini ludes sebelum pukul 02.00 WIB. Bahkan di akhir pekan lebih cepat habisnya.
“Plus bumbu spesialis dari keluarga. Rahasia pokoknya. Ada sayuran lodeh pedes, yang terkenal bumbu sate,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Asap mengepul menghiasi lokasi warung bersamaan dengan aroma sedap sate. Diiringi musik dengan lagu Jawa Didi Kempot, membuat suasana semakin syahdu.
Selama Covid 19, warung ini hanya tutup beberapa hari saat Idul Fitri. Meskipun pelanggannya turun drastis. Namun kini mulai kembali normal. Kerinduaan pecinta kuliner dengan sate Kampret membuat pelanggannya rela datang jauh-jauh dari luar kota.
Wahyuni mulai ikut terlibat berjualan saat ayahnya mulai sakit-sakitan pada tahun 2000-an. Saat itu ia hanya membantu sang ibu.
“Pembeli datang dari Surabaya, Kediri, Pare, Tulungagung, Madiun, Blitar dan daerah lainnya. Selama Covid-19 hanya libur pas Lebaran. Pengaruh, pembeli berkurang,” papar Wahyuni.
Sementara itu, salah satu pelanggan setia sate Kampret bernama Wawan mengatakan, dirinya sering datang membeli sate ini.
Hal yang berbeda dari sate ini yaitu bumbu dan dagingnya yang enak saat dikunyah. Bumbunya meresap ke pori-pori daging sapi.
“Paduan pedas dan bumbunya cocok, pas pokoknya,” tutupnya.