LAMONGAN, FaktualNews.co – Berawal dari kebiasaan bersepeda semenjak duduk di bangku sekolah. Dymas Tunggul Panjulu (34) salah satu kolektor sepeda onthel di Lamongan.
Sepeda onthel yang dia koleksi jarang ditemui di Indonesia. Diantara hasil buruanya di berbagai daerah adalah Takeda Silverstone (1983), Master Champion Freeride (1984), Mongoose AM (1985), dan Federal Tom Cat (1991) dan masih banyak puluhan koleksi jenis sepeda gunung era tahun 80-90-an yang terpajang di bengkel lantai dua, satu tempat dengan usaha makannya di Jalan Suwoko, kota Lamongan.
Dymas mengaku, saat SMA sepeda angin merek Federal Panter yang setia mendampinginya ke sekolah. Namun sama seperti anak sebayanya Dymas juga ingin naik sepeda motor.
“Semuanya berawal dari kebiasaan naik sepeda dari SD hingga SMA,” kata Dymas, mengawali perbincangannya Sabtu (27/6/2020).
Dymas bisa hafal pernak-pernik onderdil sepeda dari kerusakan sepeda yang ia perbaiki sendiri,
“Memang diperuntukkan bagi sepeda saya, jadi hafal apa yang dibutuhkan.”aku kolektor sepeda gunung itu.
Karena itu, lanjut Dymas, ia ingin untuk mengoleksi sepeda itu dimulai sejak kuliah di Malang pada 2003. Terlihat beberapa sepeda yang sudah selesai direstorasi tertata dan siap digunakan. Ada juga sepeda yang masih belum lengkap onderdilnya.
“Saya menyukai sepeda lama, terutama sepeda Federal tahun 80-90an karena keunikan dan tidak semua orang mempunyainya. Jarang kita temui sepeda Federal yang kerangkanya rusak meski saat ini sudah tidak berproduksi lagi,” ujar Dymas di lantai dua restorannya.
Referensi untuk merestorasipun bisa dipelajari. Bahkan untuk melengkapi koleksinya yang sesuai standar asalnya Dymas nekat berburu sepeda-sepeda tua tak terawat tersebut ke penjual sepeda bekas dan pasar desa.Dymas juga menjelajah pelosok desa dengan sejumlah certa unik melengkapi sepeda yang ia punya. Salah satunya sepeda Miyata Elevation dari Jepang buatan tahun 1992.
“Ini ada cerita lucu, pernah saya dulu menjelajah di Turi (Kecamatan di Lamongan) dan mendapati sepeda milik seorang pencari rumput, seketika itu saya kejar dan kepada pemilik sepeda akan saya tukar dengan sepeda motor bebek yang sudah lengkap dengan suratnya dalam jok,” imbuh Dymas.
Untuk merestorasi sepeda hasil buruannya, Dymas tidak asal-asalan. Dia juga membutuhkan waktu dengan mencari berbagai referensi, untuk sparepart atau onderdil dengan bertanya ke sejumlah komunitas pecinta sepeda.
“Onderdil asli sepeda saya belanja hingga ke luar negeri. Tidak sekedar mengecat ulang sepedanya, dan memasang sparepart asal pas nempel gitu.” ucapnya.
Hasil restorasi membuat harga sepeda koleksinya pun naik tajam dibanding ketika ia pertama kali membeli sepeda bekas loakan tersebut. Seperti sepeda Miyata Elevation yang ia bandrol dengan harga Rp 7,2 juta. Sudahberpindah tangan ke orang Tangerang,
“Pernah mendapatkan sepeda angin Lynskey Titanium Excrace buatan Jepang pada tahun 1997 di Singapura,” imbuh Dymas.
Di bengkelnya masih ada sepeda tertua Portal silk Katakura Folding dari Jepang produksi 1950. Sepeda itu ia dapatkan dari salah seorang penjual sepeda bekas di Lamongan dengan kondisi tertimbun di tanah sebagai pembatas halaman yang ia beli seharga Rp 250 ribu.
Kini sepeda yang sama seperti milik aktris dan peragawati Amerika Marilyn Monroe itu kemudian dicat ulang sesuai warna aslinya merah.
“Yang Katakura Folding ini adalah koleksi spesial karena sepeda ini mungkin hanya ada satu-satunya di Lamongan dan sudah sangat jarang di Indonesia,” kata Dymas menambahkan.
Sayang, sepeda-sepeda yang sudah berhasil direstorasi Dymas biasanya tak bertahan lama di gudangnya karena banyak penggemar yang langsung memburunya. “Banyak yang sudah mengantri,”pungkas Dymas.