Pandemi Covid-19, Tiga Mahasiswi di Pasuruan Berinovasi Bikin Abon dari Buah Pepaya
PASURUAN, FaktualNews.co – Jenuh terusan belajar di rumah, tiga mahasiswi di Pasuruan melakukan terobosan dengan berbisnis sampingan abon. Tiga mahasiswi yang merupakan warga Desa Nguling, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan ini, kreatif dan inovasinya di tengah pandemi, diapresiasi warga.
Bahkan, usaha sampingan yang mereka geluti ini, mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Dari bahan buah pepaya yang ada di pekarangan rumah mereka, abon bisa dibuat dengan rasa yang serupa dengan abon yang dipasarkan di toko-toko maupun warung-warung. Alhasil, pesanannya pun meningkat.
Tak hanya itu, mereka pun kewalahan karena banyaknya pesanan tiap harinya. Sementara, sehari mereka bisa hasilkan hingga 300 bungkus abon.
“Ini ide dari kami bertiga. Saat jenuh belajar di rumah karena pandemi, akhirnya kami sepakat buat usaha ini,” kata Aan Tirta, seorang mahasiswi, Minggu (28/6/2020).
Ide untuk membuat makanan berupa abon ini, menjadi alternatif. Disamping bahan mudah didapat, pembuatannya juga tak begitu sukar.
“Kita manfaatkan buah pepaya untuk digunakan sebagai bahannya. Karena mudah didapat. Tapi, untuk alatnya masih menggunakan cara tradisional,” terang dia.
Tak heran, usaha sampingan yang sudah mereka lakoni selama 3 bulan ini, mereka buat rasanya nikmat, gurih dan crispy serta bervitamin.
“Prosesnya cukup mudah. Pepaya mentah dikupas hingga bersih. Lalu diparut dan dibersihkan dengan garam untuk hilangkan getah dan rasa pahit,” ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, bahan dicampurkan bumbu yang dihaluskan dengan parutan pepaya. Bahan tepung beras dicampur dengan tepung terigu beri garam secukupnya.
“Diaduk hingga merata, selanjutnya campuran parutan dan tepung disaring dan kemudian siap masak untuk digoreng,” ungkap Aan.
Dalam sehari, mereka mampu memproduksi abon pepaya sebanyak 300 bungkus, dan tergantung pesanannya. Mereja juga oasarkan via online di media sosial (Medsos) dan teman sekolahnya. Untuk satu bungkus seberat 200 gram digargai Rp 8 ribu. Dengan varian dua rasa yakni pedas dan gurih.
Omzetnya pun dalam sebulan meningkat tajam hingga Rp 10 juta. Kini ketiga mahasiswi tersebut selain bisa menabung, tak lagi meminta uang jajan pada orang tuanya.”Para pemesan kami batasi karena pembuatannya masih cara tradisional,” tambah Sofia dan Windy, dua diantara ketiga mahasiswi itu.