FaktualNews.co

SP3 Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Sesuai, Permohonan Praperadilan Warga di Sidoarjo Ditolak

Hukum     Dibaca : 939 kali Penulis:
SP3 Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Sesuai, Permohonan Praperadilan Warga di Sidoarjo Ditolak
FaktualNews.co/Nanang Ichwan
Pemohon (kiri) dan termohon (kanan) ketika mendengarkan putusan hakim praperadilan PN Sidoarjo.

SIDOARJO, FaktualNews.co – Permohonan praperadilan terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara dugaan pemalsuan spesimen tanda tangan yang diajukan pemohon Nurul Hadi terhadap penyidik Polresta Sidoarjo tersebut akhirnya kandas.

Hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo Ahmad Peten Sili menolak seluruh permohonan pemohon Nurul Hadi karena dinilai tidak cukup bukti.

“Mengadili, menolak permohonan prapredilan pemohon seluruhnya. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil,” ucap Ahmad Peten Sili, ketika membacakan amar putusan, Senin (29/6/2020).

Dalam amar putusan mengurai bahwa apa yang didalilkan pemohon yang intinya tidak pernah menandatangani terkait surat pelepasan hak (SPH) jual beli tanah yang objeknya di Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo pada 2005 silam terbantahkan.

Sebab, dalam bukti yang diajukan oleh termohon penyidik Polresta Sidoarjo bahwa tanda tangan yang dibantah pemohon bukan tanda tangannya itu terbantahkan dengan bukti hasil audit forensik yang menyatakan tanda tangan tersebut identik.

“Atau tidak ada pemalsuan (tanda tangan itu). Karena itulah termohon menghentikan perkara tersebut karena tidak terdapat cukup bukti,” ungkapnya.

Meski begitu, hakim tidak lantas melihat satu alat bukti itu saja, melainkan juga menilai minimal dua alat bukti yang lain berdasarkan pasal 184 ayat 1 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Menurut hakim, dari saksi-saki lain yang diperiksa termohon ketika penyidikan, termasuk istri pemohon Nurul Hadi, Dwi Astuti mengaku menerima titipan uang sebesar Rp 20 juta dari Nurul Istiqomah hasil pembagian penjualan tanah itu dan menyimpannya.

Justru, menurut hakim, jika benar uang tersebut berasal dari Nurul Istiqomah, mengapa hingga saat ini pemohon tidak mengembalikan atau mencaritahu sebagai bentuk konsistensi pemohon yang tidak dilibatkan dalam jual beli tanah warisan tersebut.

“Bahkan, ketika saudarinya Nurul Istiqomah menyodorkan kwitansi kosong untuk ditandatangani pemohon, mengapa tidak dikembalikan uang tersebut. Atau paling tidak mendatangi saudarinya mencari tahu kebenaran kepada saudarinya sambil mengembalikan uang itu,” jelas Ahmad Peten Sili.

Selain itu, hakim juga membantah dalil pemohon angka 13 yang menyatakan antara lain lima saudaranya lainnya tidak menandatangani SPH jual beli tanah warisan pada tahun 2005 silam itu. Menurut hakim, dalil pemohon itu jika dikaitkan dengan uang yang diterima istri pemohon dari saudarinya sangat bertolak belakang.

Begitupun dengan saudara pemohon lainnya, jika tidak merasa tanda tangan atau menjual mengapa mereka semua tidak seluruhnya mempersoalkan. “Bahkan, saudara dan pihak lain dilaporkan (April 2013 lalu) oleh pemohon,” ulasnya.

Sementara dalil lain dari pemohon bersedia diangkat sumpahnya untuk berpendirian terkait tidak pernah melakukan tanda tangan pelepasan hak dan tanda tangan dipalsukan itu juga dikesampingkan.

Hakim berpendapat terkait sumpah itu sebagai alat bukti hanyalah dikenal dalam sengketa perkara perdata. “Sementara dalam perkara pidana tidak dikenal alat bukti berupa sumpah tersebut,” jelas hakim praperadilan yang pernah bertugas di PN Denpasar, Bali itu.

Meski atas dasar uraian itulah, hakim berpendapat apa yang diajukan pemohon tidak terdapat diterima dan ditolak seluruhnya. Sementara, apa yang dilakukan termohon dalam hal ini penyidik Polresta Sidoarjo sangat beralasan menghentikan penyidikan (SP3) tersebut.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh