JOMBANG, FaktualNews.co-Kabupaten Jombang mendapatkan jatah puluhan titik dalam program percepatan peningkatan tata guna air irigasi tahun anggaran 2020 dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal ini termuat dalam surat keputusan nomor 01/KPTS/M/2020. Program ini merata di 34 provinsi di Indonesia.
Program tersebut bernama Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) yang dilaksanakan oleh Balai-balai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) bersama masyarakat.
Program ini usulan dari anggota Komisi V DPR RI atas nama Soehartono dan Hj Sadarestuwati. Keduanya dari Dapil Jawa Timur VIII.
“Khusus untuk Kabupaten Jombang akan berada di bawah BBWS Brantas. Model penggarapannya yaitu padat karya, dengan harapan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat di tengah Covid 19,” kata Tenaga Ahli Anggota DPR RI Sadarestuwati, bernama Ama Siswanto, Selasa (7/7/2020).
Menurut Ama, ada sekitar 86 titik proyek yang digarap. Proyek ini diusulkan oleh Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) lewat anggota DPR RI ke Kementerian PUPR RI. Teknis di lapangan diawasi oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.
Kemudian BBWS merekrut satu pendamping untuk dua proyek, satu desa mendapat satu proyek irigasi. “Barulah selanjutnya dibentuk tim kerjanya dan mulai proses pekerjaan. Pencairan uang dua tahap, tahap pertama 70 persen dan kedua 30 persen,” imbuh Ama.
Namun, Ama sedikit kecewa karena ada yang mengklaim bisa mengatur proyek dan berniat menjual proyek ini kepada kontraktor. Pun begitu kontraktor mulai mencari peluang agar bisa menggarap proyek irigasi ini.
Nilainya satu titik proyek tidak terlalu besar, hanya Rp. 195 juta, tapi karena ada puluhan titik maka menjadi seksi dan rebutan banyak pihak.
Ama mendengar isu ada beberapa kontraktor dan broker bertemu di Wonosalam membahas proyek ini. Bahkan ada juga yang sampai menelfonnya untuk meminta jatah proyek ini.
“Jika yang dimaksud dalam kumpulan itu adalah P3TGAI yang nilainya Rp. 195 pertitik maka tidak benar. Karena pekerjaanya ditunjukkan langsung ke HIPPA. Swakelola. Tidak ada dijuknis itu direkankan. Karena untuk menggerakkan ekonomi warga,” tegasnya.
Ama menduga, kemungkinan para kontraktor dan broker mengetahui proyek ini dari surat keputusan menteri PUPR yang keluar awal tahun 2020 lalu. Karena ada Covid 19 maka ditunda dan kini akan mulai dikerjakan lagi.
Bahkan, menurut Ama isu yang beredar sudah sampai mematok harga. Ada uang muka Rp. 7 juta. Selanjutnya jika terealisasi maka ditambah beberapa persen dari nilai proyek tersebut.
“Orang yang kontak saya bilang proyek ini sudah ramai di grup dan dibagi-bagi pengerjaannya. Isu yang saya tahu, kalau benar direkankan katanya ada uang muka Rp. 7 juta,” ungkapnya.
Ia sangat menyayangkan jika kabar rencana penjualan proyek irigasi ini benar terjadi. Padahal pemerintah kabupaten lewat Dinas PUPR Jombang tak punya wewenang di sini.
Kejadian ini, baginya pernah terjadi beberapa tahun lalu. Dimana HIPPA menyerahkan pengerjaan proyek ke pihak ketiga. Namun hanya bagian kecil. Karena melanggar juknis yang ada.
Ia menegaskan, dalam proyek ini tidak ada tanda tangan dari Dinas PUPR Jombang. Alurnya Kementerian PUPR, terus ke BBWS Surabaya, langsung ke HIPPA.
“Mbak Estu ya marah-marah, katanya siapa yang perjual belikan proyek ini. Ini swakelola. Pokoknya wajib swakelola. Saya juga diminta menyampaikan ke kepala desa yang kebetulan daerahnya menerima bantuan agar tidak diberikan ke pihak ketiga. Karena proyek ini mulai proses sosialisasi,” tandas Ama.