KHARTOUM, FaktualNews.co – Republik Sudan, dalam bahasa Arab; جمهورية السودان (Jumhūrīyah as-Sūdān), dan dalam bahasa Inggris; Republic of the Sudan adalah negara yang terletak di timur laut benua Afrika.
Sudan terbelah menajdi dua bagian wilayah merdeka setelah terjadinya referendum yang memisahkan Sudan menjadi dua bagian, yakni Republik Sudan berbeda dengan Republik Sudan Selatan pada tahun 2011.
Sudan merupakan negara ketiga terluas di Afrika, serta terluas keenam belas di dunia. Negara ini berbatasan dengan Mesir di utara, Laut Merah di timur laut, Eritrea di timur, Ethiopia di tenggara, Afrika Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut. Sungai Nil yang merupakan sungai terpanjang di dunia.
Sebagai anggota dari PBB, Sudan juga anggota dari Arab Union, Liga Arab, OKI,Gerakan Non-Blok dan juga sebagai pengamat di WTO. Ibu kota negara ini adalah Khartoum yang merupakan pusat politik, kebudayaan, dan perdagangan.
Islam Sunni merupakan agama resmi dan terbanyak dianut, sementara bahasa Arab merupakan bahasa resmi negara ini secara de jure dan bahasa Inggris secara de facto.
Dilansir DW Indonesia, setelah puluhan tahun di bawah kekuasaan rezim militer yang otoriter dan silih berganti melakukan kudeta, pemerintahan transisi di Sudan kini melakukan serangkaian reformasi hukum.
Menteri Kehakiman Sudan Nasredeen Abdulbari antara lain mengatakan, pemerintahan transisi telah mencabut UU yang mengancam hukuman mati kepada mereka yang memutuskan untuk meninggalkan agama Islam.
“Tidak ada lagi yang berhak menuduh orang atau kelompok sebagai kafir … ini mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat dan mengarah pada pembunuhan balas dendam,” kata Nasredeen Abdulbari.
Aksi protes minggu lalu kembali meluas di Khartoum menuntut janji-janji reformasi pemerintahan transisi.
Larangan praktik sunat perempuan dengan mutilasi alat kelamin
Perubahan di Sudan terjadi setelah pimpinan Sudan Omar al-Bashir digulingkan April 2019 menyusul protes massa terhadap pemerintahan otoriter yang didukung militer. Setelah itu pemerintahan transisi dibentuk sebagai kesepakatan kubu pemrotes dan para jenderal militer.
Pemerintahan transisi sejauh ini sudah melakukan serangkaian reformasi dan sedang menyiapkan rancangan konstitusi yang baru.
Menteri Kehakiman Nasredeen Abdul juga mengatakan, Sudan juga akan melarang mutilasi alat kelamin perempuan dalam praktik sunat perempuan. Menurut laporan UNICEF tahun 2014, tingkat prevalensi mutilasi kelamin perempuan di Sudan mencapai 86,6%.
Selain itu, perempuan juga tidak memerlukan lagi izin dari anggota keluarga laki-laki mereka untuk bepergian dengan anak-anak mereka.
Menuju negara sekuler
Konstitusi yang baru akan menghapus sebutan “Negara Islam“ bagi Sudan. Dilansir France24, Sudan juga mengizinkan penduduk non-Muslim untuk mengkonsumsi alkohol.
Sudan sekarang “mengizinkan non-Muslim untuk mengkonsumsi alkohol dengan syarat tidak mengganggu perdamaian dan mereka tidak melakukannya di depan umum,” kata Nasredeen Abdulbari dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi pemerintah pada akhir minggu.
Minuman beralkohol dilarang di Sudan sejak mantan Presiden Jaafar Nimeiri memperkenalkan hukum Islam pada tahun 1983, dengan tindakan simbolis melemparkan botol wiski ke sungai Nil di ibukota Khartoum.
Mayoritas penduduk Sudan memeluk agama Islam, tetapi ada juga kelompok minoritas yang beragama Kristen.