JOMBANG, FaktualNews.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang sedang mempelajari adanya dugaan kolusi di sejumlah proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang.
Kasi Intel Kejari Jombang, Andi Subangun, mengatakan, pihaknya sedang mempelajari dugaan kolusi pembangunan gedung KB, rehabilitasi gedung Puskesmas, pembangunan Kantor Kecamatan Jombang hingga RSUD Ploso.
“Kita masih telaah dulu kebenarannya, apakah melanggar aturan pengadaan barang dan jasa, ada unsur pelanggaran apa tidak. Nanti kita komunikasikan dulu kepada pemimpinan,” jelasnya kepada FaktualNews.co, Jumat (17/7/2020).
Pernyataan itu disampaikan Andi Subangun menyusul adanya kabar dugaan adanya kolusi antara kelompok kerja unit layanan pengadaan (pokja ULP), pejabat pembuat komitmen (PPk) dan penyedia jasa dalam pembangunan sejumlah gedung di Kabupaten Jombang.
Andi menjelaskan, dalam bertindak pihaknya mengacu pada Keputusan Presiden (Kepres) pengadaan barang dan jasa yang terbaru. Di antaranya, lanjut dia, pengadaan barang dan jasa di atas Rp. 200 juta harus dilelangkan.
“Modusnya perlawanan hukumnya biasanya dilakukan penunjukkan hanya saja lelang dulu. Jarang ada yang prontal, penunjukkan langsung. Namun penunjukkan langsung juga ada,” imbuhnya.
Selama ini, Andi mendeteksi ada banyak modus rekanan dan pembuat komitmen untuk tetap terlihat legal dalam melakukan transaksi. Dalam artian, secara kasat mata para kontraktor atau rekanan sudah melalui jalur yang benar. Namun di balik itu ada pengaturan khusus.
“Bisa juga lelang, dengan syarat-syarat mengarah pada rekanan tertentu. Karena rekanan tersebut yang bisa memenuhi klasifikasinya,” tandas Andi.
Kabar dugaan adanya kolusi pada tender pembangunan gedung RSUD Ploso mencuat setelah informasi pemenang tender diketahui sebelum proses lelang dilakukan.
Salah satu sumber berinisial WR mengatakan, hal itu kemudian membuat sejumlah pelaku jasa konstruksi berencana melayangkan somasi ke ULP Jombang.
Dia menambahkan, sadar kebobrokannya diketahui para penyedia yang kalah, ULP yang bekerjasama dengan PPK memberikan kompensasi sejumlah paket kepada beberapa penyedia yang dianggap vokal.
“CV BS itu tiap ikut lelang, administrasinya selalu amburadul, namun karena dia dianggap membahayakan bagi ULP, akhirnya dimenangkan. Coba kalau berani dan dianggap fair, dibuka CV yang digugurkan dengan CV BS, kita lihat sama-sama administrasinya seperti apa,” ucap WR menambahkan.
WR bahkan menuding otak di balik pengaturan tender bebas di ULP Jombang itu berinisial ST. “Makanya dengan kondisi lelang seperti ini jadi malas untuk ikut lelang. Padahal dari satu paket tender, kita tidak sedikit mengeluarkan biaya. Minimal masih keluar 3 juta. Tapi ujung-ujungnya kita dikadalin,” keluh dia.