PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Di Kabupaten Probolinggo, tepatnya di Desa Pabean, Kecamatan Dringu, ada sebuah makam yang tak lazim. Yakni, makam Paus atau orang sana menyebut Makam Ikan Paus. Tak hanya makam, di area pantai itu juga terdapat taman pendukung keindahan pantai, yang kini tampak tak terawat.
Tak hanya itu, sebelum tiba di tempat wisata, melintang di atas jalan desa menuju pantai sebuah papan nama. Hanya saja, menurut warga setempat, tulisannya kurang tepat. Mestinya kalimatnya, Wisata Pantai Tugu, bukan Wisata Pantai Tonggu, seperti tulisan yang terbaca saat ini.
Karena di dekat papan tulisan (nama) ada tugu peninggalan penjajah Belanda berbentuk kerucut atau mengecil di atas. Sehingga dari dulu sampai sekarang, kampung di dekat pesisir pantai tersebut dikenal dengan kampung tugu. Kesalahan penulisan itu, diungkap Endang, pemilik warung Tiara di lokasi wisata, Kamis (23/7/2020) sore.
Dikatakan, tulisan kata Tonggu kurang tepat, mengingat kampunng yang didiami saat ini dikenal dengan nama Tugu. Dimungkinkan, yang menulis kata tersebut kurang tahu tentang seluk-beluk kampungnya.
“Tulisan itu salah. Bukan Tonggu, tetapi Tugu. Mungkin yang nulis tidak tahu daerah sini,” ujar Endang, saat ditanya sejumlah wartawan, soal nama tersebut.
Perempuan yang awalnya enggan menyebut namanya ini, kemudian menceritakan keberadaan makam ikan paus yang bersebelahan dengan tokonya. Disebutkan, Paus yang dikubur di timur tokonya itu, merupakan paus yang mati terdampar di pantai, sekitar 6 tahun lalu. Khawatir bau, warga kemudian mengubur paus yang dikatakan panjangnya 6 meter tersebut.
Saking panjangnya, dibutuhkan puluhan orang untuk mengangkat dan menarik paus terdampar di pantai tersebut ke daratan. Setelah ditarik dari pinggir pantai, paus tersebut kemudian oleh warga dikubur di dekat toko Endang.
“Panjang dan besar. Puluhan warga yang ngubur. Dikubur bukan apa. Selain paus ini makhluk Tuhan seperti kita, ya agar tidak bau,” ucapnya.
Dikatakan, tidak ada keistimewaan dengan makam paus itu. Warga setempat dan pengunjung pantai tidak pernah memperhatikan. Bahkan, Endang mengaku tidak pernah mimpi didatangi paus saat tidur. Baik saat tertidur di warungnya ataupun kala tidur di rumahnya yang tak jauh dari lokasi makam.
“Nggak ada apa-apa sih. Saya nggak pernah bermimpi didatangi paus,” aku Endang.
Terkait sarana dan prasarana yang ada di lokasi wisata, Endang menyebut, sudah lebih satu tahun tidak ada perbaikan dan ditinggal begitu saja. Sehingga, tampak kumuh dan bangunan fasilitas seperti gazebo berukuran kecil serta tempat ayunan, tampak nyaris rusak dan miring.
“Sudah setahun dibiarkan begitu. Tidak ada perawatan. Mungkin sibuk atau tidak ada dananya,” katanya.
Panitia pengelola yang awalnya mengawasi dan merawat, kini tak tampak lagi. Dimungkinkan karena wisatawan sepi akibat pandemi virus Corona. Begitu juga dengan pengunjung pantai Tugu kian menurun.
“Kalau Sabtu dan Minggu bisa ratusan. Tapi setelah pandemi turun paling banyak Rp 30 orang,” ujarnya.
Sepinya pengunjung berpengaruh juga pada pendapatan parkir yang dikelola secara pribadi oleh Endang. Sehingga hasilnya tak mencukupi untuk merawat dan memperbaiki taman wisata beserta sarana dan prasarananya. “Untuk karcis kami ambil sendiri. Nggak cukup untuk biaya taman,” pungkasnya.