FaktualNews.co

Miris, Begini Kronologi Ibu Hamil Diduga Ditelantarkan di RS PMC Jombang

Peristiwa     Dibaca : 1429 kali Penulis:
Miris, Begini Kronologi Ibu Hamil Diduga Ditelantarkan di RS PMC Jombang
FaktualNews.co/Solid
Bayu saat diwawancarai jurnalis.

JOMBANG, FaktualNews.co – Dengan suara berat dan menahan air mata, Bayu Kurniawan (29) menceritakan kronologi penelantaran istrinya berinisial DRR (26) di Rumah Sakit (RS) Pelengkap Medical Center (PMC) Kabupaten Jombang, hingga berujung wafatnya putri keduanya.

Pria asal Kecamatan Sumobito ini menjelaskan, ia datang di PMC pada pukul 01.30 WIB menggunakan ambulans desa (mobil siaga desa). Saat itu, ia menyetir sendiri dengan ditemani ibu mertuanya.

“Istri saya sudah kontraksi, air ketubannya sudah keluar,” jelasnya kepada FaktualNews.co saat ditemui di kediamannya, Rabu (5/8/2020).

Ia menambahkan, pertama tiba di rumah sakit, sang istri langsung dilakukan rapid test. Tak berselang lama, 30 menit kemudian ia dipanggil dokter jaga dan dikasih tahu jika istrinya reaktif.

“Setelah hasil rapid keluar, istri saya dipindah ke ruang isolasi. Terlihat para petugas berubah sikap, kayak risih begitu. Padahal kan belum tentu positif Covid-19. Mereka sebenarnya sudah pakai APD lengkap,” imbuh Bayu.

Ia menjelaskan, saat di ruang isolasi ini, tidak ada petugas baik perawat, bidan, dan dokter yang datang menjenguk sang istri. Pukul 02.30 WIB istrinya mengeluarkan air ketuban dengan warna agak keruh dan kecoklat-coklatan.

Bayu segera melaporkan ke petugas jaga. Saat itu, yang jaga ada tiga perempuannya, laki satu dan satu dokter. Sayangnya, petugas tersebut tidak mengambil tindakan apa-apa.

“Mereka jawab, iya pak, itu biasa. Ditunggu 6 jam ya. Tapi tidak dikasih alasan apa-apa dan tidak diberikan perawatan apa-apa,” ceritanya dengan air mata berlinang.

Ia melanjutkan, pada pukul 04.30 WIB ia kembali memanggil petugas yang piket malam di rumah sakit. Untuk kesekian kalinya, mereka juga tak mau mendekati istri Bayu. Berbagai alasan diutarakan, semisal bukan bagiannya dan masih ada pasien lain.

Akhirnya, sang istri melahirkan bayi perempuan di dampingi ibu mertua saja. Dengan menangis, Bayu memohon kepada perawat dan bidan untuk segera merawat istrinya.

Di sinilah puncak kemarahan Bayu sampai ke ubun-ubun, bidan dan perawat datang menghampiri istrinya setelah bayi lahir 30 menit lamanya. Barulah saat itu, para bidan mencoba memberikan pertolongan pada bayi. Namun telat. Nyawanya bayi tak tertolong lagi.

“Alasan bidan datang telat, karena merawat pasien di bawah. Kan aneh, di sana ada perawat tapi tidak mau. Perawat juga bisa menemani karena punya ilmu juga masalah ini,” tuturnya.

Emosi Bayu malam itu benar-benar meluap, putrinya dinyatakan wafat sejak dalam kandungan pada pukul 05.30 WIB, dokter yang jaga tetap tidak masuk ke ruangan untuk merawat istrinya. Si dokter hanya melihat dari kaca luar.

Si dokter beralasan, jika masuk ke ruangan, maka harus pakai APD. Jika pakai APD, secara otomatis tidak boleh kemana-mana lagi. Malam itu hanya ada satu dokter di UGD.

“Saya marah, saya sampaikan sumpah dokter kepadanya. Ia hanya diam dan minta maaf. Saya bilang, apakah bisa mengganti nyawa anak saya?. Ia jawab tidak bisa. Satu ruang diam semua,” ujarnya.

Tak puas sampai di sana, Bayu kemudian mendatangi ruang UGD dan meminta penjelasan ke bidan dan dokter. Ia tak puas bila bayinya dikatakan meninggal dari dalam kandungan, karena terbelit tali pusar. Hal ini hanya untuk melepas tanggung jawab saja.

Ia dan istri melihat bayinya keluar dalam keadaan segar, meskipun tidak menangis. Logika mudahnya, kata Bayu, bila bayinya meninggal di dalam perut, kemungkinan akan sulit keluar. “Kalau meninggal di perut, biasanya butuh dorongan bantuan,” ungkapnya.

Protes Bayu seakan tak berarti, nyawa sang putri tetap tak bisa kembali. Bidan dan dokter hanya menyampaikan maaf kepadanya. Ia terus menangis, tapi si dokternya masih sempat membahas istrinya tidak kontrol di Puskesmas.

“Saya bantah, istri saya sekali ke Puskesmas. Karena pelayanannya kurang baik. Maka kita kontrol di klinik bidan desa sebelah. Bidan desa sendiri jutek,” tegasnya.

Sementara itu, Halimah, ibu mertua Bayu mengaku kecewa dengan pelayanan rumah sakit. Menemani sang putri sejak awal hingga melihat sang cucu wafat karena ditelantarkan, menjadi pengalaman menyakitkan baginya.

Ia berharap pihak rumah sakit segera berbenah dan melakukan evaluasi total kepada tim dokter, bidan, dan perawat. Agar tak ada lagi korban serupa yang meninggal dunia.

“Bayinya saya pegang, saya tidak tahu harus bagaiamana sambil menangis. Karena tidak ada petugas medis yang datang. Saya tidak rela lihat anak saya ditelantarkan. Saya teriak-teriak tapi tetap dicuekin,” tandas Halimah.

Baca Sebelumnya: Rapid Test Reaktif, Bumil Ini Diduga Diterlantarkan RSPM Jombang hingga Bayi Meninggal

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas