FaktualNews.co

Petani Garam di Lamongan Mengeluhkan Harga yang Anjlok Setahun Terakhir

Ekonomi     Dibaca : 1034 kali Penulis:
Petani Garam di Lamongan Mengeluhkan Harga yang Anjlok Setahun Terakhir
FaktualNews.co/Istimewa
Petani garam di Lamongan.

LAMONGAN, FaktualNews.co – Petani garam di wilayah Kabupaten Lamongan mengeluhkan harga garam yang anjlok menyusul kebijakan impor garam oleh pemerintah. Pemerintah dinilai kurang tanggap terhadap kondisi lapangan di sektro pertanian garam.

“Gara-gara dulu itu kan stok garam masih 1 juta ton, tapi impor 3 juta ton lagi, terus penyerapnya nggak ada. Nah itu mestinya pemerintah mendata dulu, kalau garam memang masih banyak ya jangan impor banyak-banyak,” kata Arifin, Kamis (3/9/2020).

Hal tersebut, lanjut Arifin, membuat para petani garam di Lamongan kelimpungan karena harga garam kemudian anjlok.

Harga garam saat ini, jelas Arifin, hanya berkisar Rp. 200 hingga Rp. 300 per kilogram. Itu sudah berlangsung selama kurang lebih satu tahun terakhir.

“Sudah lama sekitar satu tahun harga garam jatuh, nggak naik-naik. Disamping harga murah hingga sampai Rp 200 rupiah, yang beli tak ada,” ucapnya,

Lebih jauh Arifin mengaku, bahwa harga Rp. 200 per kilogram itu sangat tidak layak atau tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan para petani garam. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup.

“Tapi idealnya ya Rp 750 – Rp 800. Misal harga paling rendah Rp. 500 rupiah itu sudah lumayan mas, masih bisa bernafas atau bisa bertahan hidup. Kalau sudah di bawah itu, wah itu sangat tidak layak,” jelasnya.

Kini para petani garam di Lamongan berharap agar pemerintah segera menetapkan batas terendah harga garam.

“Semestinya pemerintah membuat regulasi harga tetap, batas bawah berapa gitu. Kalau nggak diatur pemerintah ya selamanya akan begitu-begitu aja. Akhirnya kartel-kartel yang diuntungkan,” terang Arifin.

Dia juga menyebut juga harus ada pengawasan dari pemerintah, karena kalau harga ditetapkan tapi tidak ada pengawasan hasilnya akan sama saja.

Sejauh ini Arifin dan petani garam di Lamongan hanya bisa pasrah dan tidak berdaya menghadapi situasi tersebut. Mereka tetap menekuni pekerjaan sebagai petani garam, sebab mereka tidak punya pekerjaan lain yang bisa diandalkan.

“Ini sudah pekerjaan saya, kalau nggak kerja garam mau kerja apa, kan gitu. Kalau ada pekerjaan lain mungkin sudah ditinggal,” pungkasnya.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh