FaktualNews.co

Bulan Suro, Pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas Tulungagung Dijamasi

Sosial Budaya     Dibaca : 819 kali Penulis:
Bulan Suro, Pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas Tulungagung Dijamasi
Faktualnews/latif syaipudin
Suasana pensucian Pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas.

TULUNGAGUNG, FaktualNews.co-Pusaka tombak Kanjeng Kiai Upas, sebuah pusaka yang dianggap bersejarah bagi masyarakat Tulungagung, disucikan atau dijamasi, di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Tulungagung, Jumat (4/9/2020) .

Pusaka ini, yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Islam ini diyakini masyarakat Tulungagung sebagai cikal bakal sejarah Kabupaten Tulungagung.

Sehingga setiap tahunnya pada bulan suro selalu dilakuan ritual pembersihan terhadap pusaka tersebut. Ritual dilaksanakan di atas tanggal 10 Suro, dan harus pada hari Jumat.

Tombak tersebut, berbentuk panjang dengan lendean empat meter yang merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan Mataram yang dibawa RM Tumenggung Pringgodiningrat putra pangeran Notokusumo menantu Sultan Ngayogyokarto Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Saat itu, Raden Tumenggung Pringgodiningrat diangkat menjadi Bupati Ngrowo yang sekarang menjadi Kabupaten Tulungagung.

Menurut keterangan Juru Kunci Pusaka Tombak Kiai Upas, Winarto, jamasan ini mengandung makna filosofi membersihkan hati dan rohani agar manusia bisa menjalani kehidupan dengan baik.

“Jamasan Tombak Kiai Upas digelar satu tahun sekali, pada bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Selama prosesi ritual, syaratnya dicuci dengan air berasal dari sembilan sumber berbeda di Tulungagung,” jelasnya, Jumat (4/9/2020).

Sembilan air itu berasal dari tirto panguripan dari Goa Tritis Gunung Budheg, air bilik tengah, air bilik buntut, air tempuran (pertemuan sungai), air gothehan (kubangan), air kelapa, air sumur, deresan randu dan deresan pisang.

Dirinya mengaku, sebelum dimulainya ritual, dirinya sudah mempersiapkan kebutuhan sembilan air tersebut sejak satu minggu yang lalu.

“Air sembilan sumber itu wajib. Dan saya sendiri yang harus turun tangan mencari sembilan air itu,” ujarnya.

Winarto mengungkapkan, dirinya sudah menjadi juru kunci sejak tahun 1995. Kala itu, dirinya mendapat amanah dari kakeknya agar pusaka tersebut tidak pindah dari Desa Kepatihan.

“Pusaka tidurnya harus menghadap kebarat sedang juru kunci tidur menghadap ke timur. Sebelum dimulainya prosesi jamasan, juru kunci haruslah berpuasa lebih dahulu sejak bulan Suro,” jelasnya.

Bupati Tulungagung Maryoto Bhirowo, seusai mengikuti ritual jamasan mengungkapkan rasa syukurnya karena acara berjalan khidmad dan lancar. Usai mengikuti ritual, dirinya berharap agar Tulungagung bisa terhindar dari malapetaka.

“Ini (ritual jamasan) rutin kita laksanakan tiap tahun tepatnya 10 suro pada penanggalan Jawa. Ritual ini merupakan simbol ungkapan rasa syukur pada Tuhan yang Maha Kuasa. Sekaligus sebagai permohonan dan harapan agar di masa mendatang masyarakat Tulungagung semakin aman dan nyaman, tentunya masyarakat Tulungagung terhindar dari malapetaka,” ungkapnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah