JAKARTA, FaktualNews.co – Karena pernyataan politiknya saat mengumumkan calon kepada daerah (cakada) pilkada serentak 2020 dari PDI Perjuangan pada Rabu (2/9/2020) yang disampaikan secara virtual dipolitisasi beberapa pihak. Nama Puan Maharani dalam beberapa hari ini mendadak viral.
Saat memberi kata pengantar pengumuman calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat, Ketua DPR RI itu mengatakan, “Semoga Sumatra Barat menjadi Provinsi yang memang mendukung Pancasila. Bismillahirrahmani rahiim”.
Menurut Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, pernyataan itu kemudian dipolitisasi beberapa pihak dengan berbagai latar belakang motif, mulai dari motif persaingan kontestasi Pilkada Sumbar sampai motif ideologis dan politis untuk menghancurkan citra Puan Maharani dan PDI Perjuangan.
‘’Padahal, jika kita telisik secara jernih dalam konteks alam pikir kebangsaan dan spiritualitas Puan Maharani sebagai seseorang yang sedang memegang amanat sebagai Ketua DPR RI perempuan pertama Republik Indonesia, kita sesungguhnya telah menemukan esensi alam pikir dan spiritualitas seorang Puan Maharani dalam dimensi Nasionalisme Relgius,’’ tandas Ahmad Basarah, Minggu (6/9/20).
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menjelaskan, ketika kata ‘’Pancasila’’ dan ‘’Bismillah’’ diucapkan Puan dengan sadar dan khitmad, itu membuktikan bahwa dalam dirinya terbentuk dan mengalir pikiran kebangsaan dan sikap religius yang sangat kuat.
Konstruksi pemikiran dan sikap Puan yang Nasionalis Religius ini menggambarkan Puan bukan hanya sosok cucu biologis Bung Karno, tetapi juga sosok cucu ideologis Bung Karno.
‘’Nasionalisme Religius Puan Maharani juga lahir dari latar belakang kultural ayahnya, Almarhum Taufiq Kiemas, dan ibunda tercinta, Megawati Soekarnoputri,’’ jelas Ahmad Basarah.
Ahmad Basarah mengungkapkan, agak mengherankan jika ada yang tesinggung hanya karena Puan Maharani berharap Sumatra Barat menjadi Provinsi yang mendukung Pancasila.
Ahmad Basarah menilai, mestinya ucapan Puan itu justru dilihat dari kecintaan Puan yang besar pada rakyat Sumbar agar dapat lebih sejahtera dan berkeadilan sosial melalui pilkada 2020 ini.
Lebih lanjut Ahmad Basarah menjelaskan, dalam darah Puan mengalir garis keturunan Minang yang kuat, tak mungkin ia ingin menistakan tanah kelahiran nenek moyangnya sendiri.
Nenek Puan dari garis ayahnya, yakni almarhum Taufiq Kiemas, bernama Hamzatun Rusdja adalah tokoh perempuan Minang dari Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
“Bahkan Taufiq Kiemas sendiri pernah mendapat gelar Datuk Basa Batuah. Ibunya, Megawati Soekarnoputri, mendapat gelar Puti Reno Nilam,’’ jelas Ahmad Basarah.
Bukan hanya itu, penulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ itu bahkan melihat Puan Maharani sebagai sosok yang mewakili ke-Indonesiaan yang kuat karena dalam dirinya juga mengalir darah nenek moyang dari beragam suku dan daerah.
Dari trah ibunya, Megawati Soekarnoputri, Eyang Buyut Puterinya berasal dari Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai, Sedangkan Eyang Buyut Putera berasal dari Jawa Timur bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo.
Dari merekalah, lanjut Basarah, lahir seorang tokoh nasionalis-religius berwawasan luas bernama Soekarno. Sedang neneknya, Fatmawati, adalah puteri dari pasangan Hasan Din dari Bengkulu dengan Siti Khadijah dari keturunan Kerajaan Inderapura yang berpusat di Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Sementara dari garis keturunan ayahnya, Almarhum H.M. Taufiq Kiemas, kakek Puan berasal dari Sumatera Selatan bernama Tjik Agoes Kiemas dan Nenek bernama Hamzatoen Rosjda dengan ayah berasal dari Pulau Pisang Krui, Lampung, bernama Joesaki, dan ibu dari Batipuh Tanah Datar, Sumatera Barat, bernama Taksiah.
“Dengan silsilah keluarga yang majemuk itu, dalam diri Puan mengalir darah Jawa Timur, Bali, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Sosok Puan Maharani adalah ciri khas Indonesia sejati,’’ jelas Ahmad Basarah.
Sementara itu, lanjut doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini, jika ditelaah secara geografi politik, daerah-daerah garis keturunan nenek moyang Puan Maharani menggambarkan daerah berlatar belakang Nasionalis dan Religius.
“Jawa Timur dan Bali dapat kita asumsikan mewakili daerah Nasionalis (dan religius) dan daerah Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat mewakili daerah yang diasumsikan sebagai daerah agamis atau religius (dan nasonalis),’’ ujarnya.
Perpaduan gen ideologis dan kultural daerah nenek moyang Puan itulah, tambah Basarah, yang membentuk karakter politik nasionalis religiusnya sehingga alam pikir dan spiritualitasnya menginstruksikan Puan untuk mengeluarkan kata Pancasila dan Bismillah dalam satu tarikan nafas.
“Dengan demikian, kalau dikaji dalam perspektif komunikasi politik, pihak-pihak yang saat ini tengah mempermasalahkan pernyataan Puan tentang “Pancasila dan Bismillah” sesungguhnya secara tidak langsung telah membantu mempromosikan dan menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa Puan adalah sosok Ketua DPR RI yang alam pikir dan spiritualitasnya mewakili spektrum nasionalis-religius,’’ tandas Ahmad Basarah.
Sementara dari perspektif moralitas politik, imbuh Ahmad Basarah lagi, semakin Puan mengalami pendzoliman termasuk atas pernyataan Pancasila dan Bismillahnya.
“Akan semakin mendorong dan mengangkat Puan sebagai calon pemimpin masa depan bangsa Indonesia seperti kakeknya, Bung Karno dan ibundanya, Megawati Soekarnoputri, “pungkas Ahmad Basarah.