Peristiwa

Bupati Sidoarjo Nonaktif Saiful Ilah, Ingin Akhiri Jabatan Khusnul Khotimah

SIDOARJO, FaktualNews.co – Bupati Sidoarjo nonaktif, Saiful Ilah menyampampaikan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terkait perkara suap yang menjeratnya saat ini. Bupati Saiful Ilah menyatakan jika suap yang dialamatkan kepadanya itu sangat tidak benar.

Ia menegaskan, selama menjabat wakil bupati dua priode dan bupati dua priode yang hampir 20 tahun ini tidak ada niatan meminta-minta uang baik kepada OPD maupun pengusaha maupun pihak lain.

“Saya jujur tidak ada niatan apapun untuk meminta-minta kepada bawahan maupun pengusaha selama saya menjabat. Saya ingin berakhir khusnul khotimah dalam menjabat ini,” ucapnya kepada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Tjokorda Gede Arthana dalam agenda pemeriksaan terdakwa, Senin (7/9/2020).

Selain itu, ia juga menyatakan jika selama ini sudah mengikuti persidangan mulai awal hingga akhir dengan koperatif dan menyampaikan keterangan secara konsisten tanpa berubah-ubah.

“Saya tidak bisa bicara banyak, bagimanapun keputusannya, saya pasrahkan kepada Majelis Hakim,” ungkap politisi PKB yang kini sudah berusia 71 tahun itu.

Dalam sidang pemeriksaan terdakwa kali ini, Saiful Ilah tetap tidak mengakui apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kepada dirinya terkait uang suap total sebesar Rp 550 juta yang berasal dari kontraktor Ibnu Gopur, terpidana yang dijatuhi hukuman 20 bulan penjara terkait kasus suap tersebut.

Meskipun, Saiful dicecar berkali-kali JPU KPK terkait pemberian uang dari terdakwa Naning maupun Sangadji. Bahkan berbagai sadapan telfon antara dirinya dengan Ibnu Gopur, terpidana pemberi suap diputar berkali-kali terkait intervensi pekerjaan proyek Candi-Prasung.

Namun, Saiful tetap mengaskan tidak pernah meminta-minta uang maupun menerima uang suap yang dialamatkan kepadanya tersebut.

Diantaranya cercaan JPU KPK itu terkait uang senilai Rp 200 juta yang ditaruh di mejanya, dia juga membantah. “Kapan ditaruh di meja, yang pasti saya tidak menerima itu,” katanya.

Begitu pun saat disinggung pemberian uang oleh Sangadji senilai Rp 200 juta, titipan Ibnu Gopur. Lagi-lagi dengan tegas Saiful membantah uang Rp 200 juta itu.

Namun, Saiful mengakui jika Sangaji pernah mencoba memberikan uang Rp 50 juta untuk membantu klub Deltras, di luar uang Rp 200 juta itu kepada dirinya, namun tetap ditolak. Ia meminta agar uang itu diserahkan langsung kepada pengurus Deltras.

Bukan hanya itu, JPU KPK juga mencecar uang total Rp 350 juta yang diberikan Ibnu Gopur pada tanggal 7 Januari 2020 atau saat operasi tangkap tangan petugas KPK.

Saiful dengan tegas membantah menerima uang tersebut. “Saya tidak menerima uang itu, sampai petugas KPK tiba-tiba datang menanyakan mana uangnya. Saya jawab tidak ada uang,” jelasnya.

Saiful mengaku, uang Rp 350 juta itu justru diakui Ibnu Gopur dititipkan kepada Budiman, Protokol Bupati. Ia juga tidak menampik jika Ibnu Gopur sempat menghadap untuk menyampaikan memberikan uang tersebut.

“Waktu Pak Gopur sempat bilang ke saya mau kasih uang Rp 300 juta itu saya tolak. Saya gak mau menerima uang itu. Lalu katanya untuk bantu Deltras. Saya bilang kasihkan langsung saja ke pengurusnya.

Termasuk yang Rp 50 juta saya tolak, saya gk mau menerima meskipun katanya bayar utang buat hadiah umroh jalan sehat. Uda saya bilang, gak usah itu pakai uang saya pribadi,” jelasnya baru mengetahui total uang Rp 350 juta itu setelah ditunjukan tas warna hitam ketika di Polda Jatim.

Meski demikian, dalam sidang kali ini Ketua Majelis Hakim Tjokorda Gede Artana juga bertanya seputar Deltras kepada karena keberadaan deltras dinilai sangat merugikan. Bahkan, jika dihitung telah mengeluarkan uang Rp 48,3 miliar.

“Kalau tidak menguntungkan kenapa masih dipertahankan Deltras itu,” tanya Majelis Hakim yang langsung dijawab terdakwa jika dulu klub deltras sejak tidak boleh dibiayai APBD sempat mau saya jual. Namun diurungkan karena didemo sama Deltras.

“Katanya kalau mau jual (Deltras), mending tambaknya saja yang dijual, begitu,”aku Saiful.