PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Profesi permak pakaian yang dijalankan Yasir Abdullah (48) di era 90-an, hingga kini tetap berjalan. Bahkan, dari profesi yang tidak diminati kaum milenial tersebut, Abdullah bisa mengkuliahkan anak pertamanya.
Yasir Abdullah menjalankan profesi memermak atau memperbaiki pakaian bekas, bukan di rumahnya, tetapi di Pasar Mangunharjo, Kota Probolinggo. Di tempat itu, orang yang berprofesi seperti dirinya, tinggal 2 orang. Sebelumnya ada sekitar 5 orang, namun tiga meninggal dunia dan tak ada penerusnya.
Pria yang biasa disapa Yasir tersebut tidak mengetahui, mengapa dari keluarga yang meninggal tidak ada yang meneruskan profesi orang tuanya. Dimungkinkan, kaum remaja dan pemuda milenial di zaman sekarang, tidak ada yang tertarik. Mereka menganggap, profesi permak pakaian bekas tak menjanjikan.
Padahal kalau ditekuni, kata Yasir, akan berkah. Seperti dirinya yang mampu menyekolahkan putra-putrinya dan mengkuliahkan anak pertamanya di IAIN Jember dan saat ini sudah semester IV. Sementara 4 anaknya yang lain masih mengenyam pendidikan, SMA, SMP dan SD. “Karena berkah, sehingga cukup,” ujarnya, Kamis (10/9/2020).
Kebetulan, anaknya yang menuntut ilmu di Jember tidak tinggal di rumah kos atau kontrakan. Anak pertamanya tersebut tinggal di rumah kekek-neneknya di Jember. Yasir mengatakan, dirinya kelahiran dan besar di Jember dan sejak 1993 tinggal di Kelurahan Sumber Wetan, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo. “Dapat istri orang Sumber Wetan. Ya, tempat tinggal sekarang, di sana,” katanya.
Usai nikah, Yasir tidak memiliki pekerjaan tetap. Pria lulusan STM teknik mesin ini kemudian ikut penjahit. Meski tidak betah, namun karena keinginannya untuk bisa menjahit, ia terus lawan rasa bosan tersebut dan terus belajar menjahit. Satu tahun lebih kerja di penjahit, Yasir kemudian memberanikan diri mandiri. “Buka usaha sendiri, menjahit. Ya, di tempat ini,” jelasnya.
Yasir menempati salah satu bedak atau kios di Pasar Mangunharjo berukuran sekitar 1,5 x 2,5 meter. Awalnya menjahit pakaian baru, namun karena lesu, ia kemudian banting setir menjahit pakaian bekas. Pria yang memiliki lima anak ini, dengan sabar mempromosikan kalau dirinya tak hanya menjahitkan pakaian baru. Tetapi juga menerima jasa permak pakaian bekas yang sudah tidak layak pakai.
Profesi tersebut terus berkembang meski lambat namun pasti. Sistem getok tular pelanggannya yang kemudian membuat Yasir dikenal sebagai tukang rehab baju tidak layak pakai. Seluruh jenis pakaian dan berbagai bahan, bisa dipermak di tempat kerja Yasir.
“Sembarang dah. Ada celana panjang pendek, baju, pakaian luar wanita, jaket dan lain-lain,” tambahnya.
Mengenai ongkos, tergantung kesulitan dan bahan yang dibutuhkan. Dari pekerjaaannya itu, Yasir mendapatkan penghasilan antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per hari. Pendapatnnya tergantung dari jumlah orang yang merehap pakaian dan tingkat kerumitan. “Itu kalau pas ramai. Kalau sepi ya di bawah Rp 100 ribu,” lanjutnya.
Meski penghasilannya dianggap cukup, namun Yasir tidak berkeinginan meneruskan atau mewariskan pekerjaannya ke putra-putrinya. Cukup dirinya saja bekerja membanting tulang dari pagi hingga sore hari.
“Nggak, saya tidak pernah mengajak anak ke tempat pekerjaan. Saya tidak ingin anak saya bekerja seperti saya. Cukup saya saja. Biar mereka kerja di kantoran saja,” bebernya berharap.
Saat ditanya suka duka, Yasir menjawab, pernah dimarahi pemilik pakaian. Penyebabnya, bukan karena keliru menjahit atau menambal pakaian yang bolong atau berlubang. Tetapi karena dirinya tidak tepat janji. Duka lain, ketika butuh kain yang corak dan jenisnya sama dengan pakaian yang hendak dipermak (ditambal).
“Kan harus sama. Masak pakaian kotak-kotak mau ditambal dengan kain polos. Ya, tidak pantas,” tambahnya.
Yasir berterus terang, sempat tutup dua minggu tempat kerjanya. Penyebabnya, orang yang hendak memermak pakaian sepi akibat pandemi Corona. Namun, setelah hari raya Idul Adha kemarin yakni sekitar akhir Juli, usahanya menggeliat lagi.
“Maret sampai Juni sepi. Setelah hari raya kurban (Idul Adha) mulai agak ramai. Sekarang sudah normal. Untung istri saya jual makanan ringan di rumah. Saat sepi dan libur, belanjanya tertolong,” pungkasnya.