Politik

Bawaslu Sumenep Temukan Hampir 50 Ribu Pemilih Raib, KPU: Banyak yang TMS!

SUMENEP, FaktualNews.co-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sumenep, menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat tidak cermat melakukan pemutakhiran data pemilih.

Sehingga pleno penetapan perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang digelar KPU, Senin (14/9/2020) malam, dianggap bermasalah.

Bawaslu menemukan ketidaksamaan data antara daftar pemilih hasil pemutakhiran (DPHP) di tingkat kecamatan dengan DPHP Kabupaten yang ditetapkan sebagai DPS oleh KPU.

“Terdapat ketidaksamaan DPHP di sembilan kecamatan dengan yang diplenokan KPU 12 September lalu,” kata Komisioner Bawaslu Sumenep, Divisi Hukum, Data dan Informasi, Imam Syafi’i.

Anehnya, pada pleno perbaikan DPHP, KPU hanya memperbaiki satu kecamatan saja, yaitu Kecamatan Pragaan. Sedangkan Kecamatan lain, seperti Saronggi, Guluk-Guluk, Bluto, Talango, dan Kecamatan Kangayan diabaikan.

“KPU tidak bisa memberikan penjelasan yang pasti ketika ditanya soal perubahan data tersebut,” ujarnya.

Di samping itu, Bawaslu menilai janggal terhadap penyusutan DPS Pilbup 2020 dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 hingga mencapai 49 ribu lebih.

Dari itu pihaknya menduga banyak nama yang tidak masuk dalam proses pemutakhiran data pemilih yang dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP).

“Ada 49.211 daftar pemilih yang hilang, dari itu kami akan menggelar rapat pleno untuk melihat indikasi pelanggaran dalam proses pemutahiran data pemilih,” tukasnya.

Pilkada Sumenep 2020 yang diikuti dua pasangan calon (Paslon) akan digelar pada 9 Desember 2020. Dua paslon bupati dan wakil bupati yang telah mendaftar ke KPU, yakni Achmad Fauzi – Nyai Hj Dewi Khalifah dan Fattah Jasin-KH. Ali Fikri.

Terpisah, Komisioner KPU Sumenep, Syaifurrahman membenarkan berkurangnya DPS Pilkada 2020. Dia mengakui DPS berkurang sekitar 40 ribu pemilih dibandingkan Pemilu 2019 lalu.

“Ya berkurang sekitar 40 ribu karena TMS (tidak memenuhi syarat). Ada yang meninggal dunia dan ada yang pindah domisili,” terangnya.

Hal itu disebabkan karena faktor kesalahan input, yang rata-rata pada jumlah dari form AKWK, yaitu jumlah yang menjadi dasar untuk menjadi DPS.

“Ada kesalahan input AKWK dari rekan-rekan di lapangan, ketika jumlah itu yang salah, maka akan berimbas kepada jumlah DPS,” imbuhnya.

Karena hal itu, sesuai hasil rekapitulasi DPDP, PPK dan kabupaten. Hasil Coklid, banyak masyarakat yang TMS. Ketika TMS, otomatis akan dicoret oleh PPDP.

“Jadi pemilih baru dibandingkan dengan yang TMS, lebih banyak yang TMS. Sehingga kurangnya (dibanding Pemilu 2019) cukup banyak,” ujarnya.