Pengurangan Jatah Pupuk Bersubsidi dari Pusat, Awal September Stok di Situbondo Sudah Habis
SITUBONDO, FaktualNews.co – Menjawab keluhan petani di Kabupaten Situbondo soal kelangkaan pupuk bersubsidi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kabupaten Situbondo memastikan hal itu akibat pengurangan jatah dari Pemerintah Pusat.
Dibanding tahun 2019, pengurangan pupuk bersubsidi bahkan mencapai 50 persen. Jatah pupuk sebanyak 41 ribu ton pada tahun 2019, berkurang tinggal 20,9 ton pada tahun 2020.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Situbondo, Sentot Sugiono, mengatakan, sejak pandemi Covid -19 di Kabupaten Situbondo, sebetulnya pemerintah ingin memulihkan ekonomi, tapi ternyata pupuk subsidi itu dikurangi oleh pemerintah pusat.
“Dari jatah tahunh 2019 sebanyak 41 ribu ton, namun saat ini hanya dapat 20,9 ribu ton. Itupun hanya untuk enam bulan masa tanam,” ujar Sentot Sugiono, Jumat (2/10/2020).
Menurutnya, akibat pengurangan jatah pupuk bersubsidi hingga mencapai 50 persen, pada awal September tahun 2020 ini, stok pupuk bersubsidi di di Kabupaten Situbondo sudah habis.
“Selain itu, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, para petani harus memiliki kartu tani (kartan). Meski sebagian para petani di Situbondo belum menerima kartan,” katanya.
Sentot Sugiono menegaskan, pihaknya sudah mengusulkan adanya tambahan stok pupuk subsidi melalui surat bupati ke Kementrian dan Gubernur Jawa Timur.
“Informasi dari Provinsi dalam waktu dekat akan ada rapat, mudah mudahan ada tambahan alokasi. Itu saja yang kita harapkan, karena sektor pertanian sangat positif mendukung untuk pemulihan ekonomi,”bebernya.
Pria yang akrab dianggil Sentot menambahkan, karena stok pupuk bersubsidi sudah habis pada awal September 2020. Untuk sementara, pihaknya menghimbau kepada para petani untuk menggunakan pupuk non subsidi.
”Sembari menunggu pengusulan tambahan stok pupuk bersubsidi turun,” pungkasnya.
Martono, salah seorang petani asal Kecamatan Bungatan, Kabupaten Situbondo mengatakan, karena dalam beberapa bulan terakhir pupuk bersubsidi habis, pihaknya terpaksa membeli pupuk nonsubsidi. Akibatnya biaya produksi tanaman jagungnya naik drastis.
“Karena pupuk bersubsidi sudah habis, sehingga sejumlah petani mengaku terpaksa menggunakan pupuk nonsubsidi untuk tanaman jagungnya,”kata Martono.
Menurutnya, karena petani merasa kesulitan untuk mendapat pupuk bersubsidi, pihaknya berharap dinas terkait bisa mengakomodasi semua petani yang berhak memperoleh pupuk bersubsidi.
Sehingga tak ada lagi keluhan petani tentang kelangkaan pupuk atau mahalnya pupuk karena tak bisa membeli pupuk bersubsidi.
“Agar para petani mudah mendapatkan pupuk bersubsidi, saya berharap dinas terkait harus lebih gencar melakukan sosialisasi terhadap petani tentang kartu tani dan cara memperolehnya,” pinta Martono.