LUMAJANG, FaktualNews.co – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) melakukan pembatasan jumlah pendaki Gunung Semeru menjadi hanya 120 orang per hari sejak dibukanya kembali jalur pendakian pada 1 Oktober 2020 lalu.
Kuota itu terhitung hanya 20 persen dari jumlah pendaki sebelum pandemi yang berkisar di angka 600 orang.
Langkah pembatasan kuota itu diambil terkait dengan keamanan dan keselamatan pendaki serta penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Petugas Pengendali Ekosistem Hutan Satuan Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Senduro kabupaten Lumajang, Bambang Joko Shiddiq Purnama, selain pengurangan kuota jumlah pendaki pihaknya juga memperketat hal-hal teknis lain terkait pendakian.
Sebelum pendaki naik gunung, jelas Bambang Joko Shiddiq Purnama, petugas memberikan arahan singkat atau pengarahan sembari memeriksa barang bawaan mereka. Pembekalan dan pemeriksaan itu dilakukan di salah satu bangunan kantor Resor Ranupani yang berada di tepi Danau Ranupani.
Resor Ranupani di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, menjadi titik awal keberangkatan pendaki. Sementara resor yang berada di bawah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Senduro bertugas memeriksa tiket pengunjung, identitas pribadi, serta memeriksa kelengkapan pendakian, terutama logistik dan obat-obatan, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi) TNBTS.
Menurutnya, segala kelengkapan dokumen pribadi dan logistik pendaki juga harus ditunjukkan kepada petugas. Di tempat itu pula petugas membekali pendaki dengan informasi tentang peta dan rute pendakian.
“Kami memeriksa jumlah sampah yang harus mereka bawa turun sesuai dengan jumlah logistik makanan-minuman dan logistik penunjang lainnya, seperti yang ada di dalam Simaksi,” kata Bambang, Minggu (04/10/2020).
Semua persiapan itu menurut Bambang sangat penting, karena mendaki bukan soal kekuatan fisik dan mental saja. Kata dia, kelalaian, kesengajaan melanggar aturan, dan kurangnya persiapan menjadi penyebab utama terjadinya sejumlah kecelakaan yang dialami pendaki Gunung Semeru dalam kawasan TNBTS.
Menurut Bambang, sikap sembrono biasanya terlihat pada diri pendaki pemula. Umumnya persiapan mereka sangat kurang dan hanya bermodal nekat dan semangat.
Dia menontohkan ketika booming film 5 Cm, banyak pengunjung kawasan TNBTS datang dengan berpakaian bagai hendak ke pusat perbelanjaan. Mereka juga tidak melapor di Resor Ranupani dan umumnya hanya ingin melihat keindahan Ranu Kumbolo seperti digambarkan dalam film tersebut.
Lantaran tidak memiliki persiapan yang cukup, Bambang mengatakan, petugas TNBTS melarang mereka melanjutkan perjalanan. Para pendaki yang terbilang sembrono ini kemudian dipandu untuk keluar kawasan.
“Kalau dulu begitu kondisinya. Sekarang sudah lebih baik. Paling-paling mereka hanya kurang membekali diri dengan informasi yang cukup, khususnya tentang peta dan karakter pendakian,” terang Bambang.
Lebih jauh Bambang menjelaskan, petugas Balai Besar TNBTS sudah cukup banyak membuat rambu peringatan keselamatan dan larangan. Bahkan, biasanya, petugas di Kantor Pelayanan Pengunjung Resor Ranupani TNBTS membekali para pendaki pengetahuan tentang iklim, peta dan karakter rute atau jalur pendakian, serta segala aturan yang harus dipatuhi.
“Terlebih dengan berlakunya pendaftaran secara online sejak 2018, petugas TNBTS di lapangan kini lebih mudah mendata pendaki dan segala barang bawaan mereka, termasuk dokumen pribadi,” katanya memungkasi.