Sebatang Kara, Nenek Sainah Tinggal di Gubuk Pinggir Jalan Antirogo Jember
JEMBER, FaktualNews.co – Nenek Sainah, tinggal sebatang kara di sebuah rumah, pinggir jalan raya Kelurahan Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Perempuan berusia 80 tahunan ini sudah tinggal sebatang kara di tempat tinggal yang mirip gubuk berukuran 2×3 meter.
Menurut Siti Aisyah pemilik warung kopi, nenek Sainah terpaksa tinggal sebatang kara setelah suaminya meninggal puluhan tahun lalu. “Nenek Sainah, ini awalnya sliweran di jalananan, dan kalau tidur di emperan toko,” jelasnya, Kamis (29/10/2020).
Siti mengatakan, dirinya mengetahui nenek Sainah hidup berpindah-pindah sejak sekitar 5 tahun lalu.
“Kebetulan rumah saya tidak jauh dari jalan raya. Kemudian sekitar 5 tahun lalu saya ajak tinggal dengan saya. Sekitar setahun lalu saya buka warung kopi ini, nenek Sainah ikut dengan saya di warung. Tidak mau di rumah, karena gak enak katanya. Karena kasihan tidak ada tempat istirahat, sama suami saya dibuatkan gubuk di sebelah warung,” tutur dia.
Gubuk yang dibuat hanya berdinding dan beralaskan bambu, karena Siti dan suaminya hanya bisa membantu semampunya, mengingat kondisi ekonominya juga pas-pasan.
Tempat tinggal nenek Sainah hanya mampu ditempati satu orang. Berbentuk bangunan dari dinding dan alas dari bambu. Kondisi gubuk itu tampak sederhana.
Untuk tempat tidur yang digunakan beristirahat, ada ranjang dari bambu dan beralaskan matras hitam.
Pintu gubuk pun tampak tak layak, karena hanya kain bekas poster yang tampak seperti kelambu. Dengan kondisi gubuknya yang sempit itu, untuk tidur pun nenek Sainah harus dengan posisi meringkuk seperti janin.
Tempat menyimpan pakaian ganti, juga hanya dibuntal dengan kain dan dia gunakan sebagai bantal untuknya beristirahat.
Atap gubuknya hanya dari bekas banner dan kondisinya banyak lubang. Sehingga saat hujan, nenek tua itu terpaksa berbasah-basahan saat tidur.
MCK juga dibuat sederhana, yang posisinya berada di belakang gubuk reyot itu. Nenek Sainah harus berjalan berhati-hati dengan alas licin tanah dan berpegangan pada tali tampar kecil.
Akan tetapi Nenek Sainah mengaku bersyukur, karena kondisi itu tidak membuatnya harus berpindah-pindah tidur di emperan bangunan bekas toko.
Setiap harinya wanita tua itu bergantung hidup pada Siti dan suaminya Mursid.
“Nenek itu makan ikut saya, ya seadanya. Saya pun juga merawat ibu saya yang sudah tua di warung ini. Alhamdulillah bisa merawat dua orang tua,” katanya.
Siti juga mengungkapkan, Nenek Sainah diketahui tidak memiliki kartu identitas apapun.
“Anak tidak punya, saudara juga tidak, tinggal pindah-pindah. KTP atau KK tidak punya. Kalau katanya seh, punya saudara di Desa Lengkong, tapi ya gak tau lagi, karena dia (Nenek Sainah) kayak pikun, benar atau tidak yang disampaikan,” imbuhnya.
Sementara, nenek Sainah, mengungkapkan dia sudah tidak mempunyai sanak saudra, dan sejak ditinggal meninggal suaminya. Ia harus hidup berpindah-pindah.
Dia mengaku bersyukur ada Siti orang yang membantu dan merawatnya. “Alhamdulillah dirawat, dikasih makan, juga kadang orang warga sini memberi baju. Saya dulu tinggal di sana (menunjuk ke arah bekas bangunan toko). Sekarang di sini, ditaruh di rumah gak enak, sungkan. Karena saya numpang,” katanya.
“Enak di sini, ramai dan tinggal di gubuk,” ucapnya.
Nenek Sainah juga mengaku tidak punya anak, tapi ada saudara tapi enggan untuk tinggal dengannya.
“Saya juga tidak punya anak, suami lama meninggal. Mursid itu (Suami Siti) saya anggap anak angkat sendiri. Ada saudara di Desa Lengkong, tapi gak tau sekarang,” pungkas nenek Sainah.