FaktualNews.co

Mengintip Pembuatan Kapal Kayu di Pondokdadap Sendang Biru Malang

Kewirausahaan     Dibaca : 1954 kali Penulis:
Mengintip Pembuatan Kapal Kayu di Pondokdadap Sendang Biru Malang
FaktualNews.co/Mokhamad Dofir
Kapal Mandala Mas saat di galangan kapal Pelabuhan Pondokdadap Sendang Biru, Malang.

MALANG, FaktualNews.co – Suara hentakan martil silih berganti terdengar ramai. Guyonan hangat para pekerja berkelindan dengan suara nyaring gergaji mesin sesekali memekakkan telinga. Begitulah riuh rendah yang sehari-hari terjadi di sebuah galangan kapal kayu di Pelabuhan Perikanan Pondokdadap-Sendang Biru, Kabupaten Malang.

Di galangan berupa tiang besi dengan atap tinggi pada Sabtu (7/11/2020) menjelang siang ini terdapat dua bahtera.  Satu kapal bernama Mandala Mas dengan cat warna coklat kombinasi hitan, abu-abu dan putih, satunya lagi fusta kayu yang masih setengah jadi. Keduanya dalam posisi sejajar dengan batang-batang kayu besar sebagai pengganjal.

Setelah berkutat sejak pagi, para pekerja di galangan itu tampak bersiap untuk rehat. Suasana yang tadinya ramai dan bising berubah sunyi, tinggal suara kelakar beberapa dan gelak tawa lelaki di sana. Ada yang duduk diantara tumpukan kayu, ada pula yang melepas lelah di atas geladak kapal. Hanya satu dua orang yang masih melanjutkan pengecatan.

Ahmad Gozi Syahbana Nughori (20), salah seorang pekerja, mengatakan, untuk membuat sebuah kapal dengan panjang 21 meter dan lebar 5 meter, pihaknya membutuhkan waktu sekitar empat bulan.

Waktu selama itu, kata dia, terhidung sejak mulai dari pemasangan papan sebagai dasaran kapal, merakit dinding kayu, membangun geladak hingga finishing atau pengecatan.

“Kurang lebih empat bulanan lah, empat bulanan,” singkat Gozi, Sabtu (7/11/2020).

Ia menambahkan, kapal-kapal buatan mereka terbilang bernilai tinggi. Sebab, jenis kayu untuk merakit kapal diperlukan spesifikasi khusus dan disesuaikan letak bodi kapal. Misalnya, kayu ulin dipakai untuk bagian alas kapal tempat berpijak (portside).

“Sifat kayu ulin kuat dan tahan terhadap air laut dinilai sangat cocok dipakai bagian portside kapal karena selalu bersinggungan dengan air laut,” ungkap Gozi.

Selain itu ada juga jenis kayu lain dipakai membangun kapal seperti kayu meranti, kayu merbau dan kayu mahoni. Namun bahan-bahan itu kata dia, tergantung selera si pemesan kapal yang biasanya disesuaikan dengan budget dimiliki.

“Tergantung juga orangnya, mau bikin kapal pakai kayu apa,” lanjutnya.

Soal harga, untuk sebuah kapal tangkap ikan berkapasitas 50 ton Gozi menyebut, dibutuhkan budget sekitar Rp 800 juta. Biaya tersebut sudah termasuk untuk pengadaan kayu, upah pekerja dan mesin penggerak kapal jenis Nissan RF-8 silinder.

Jumlah pekerja yang diperlukan untuk membuat sebuah kapal, dikatakannya, butuh sembilan orang. Terdiri dari empat tukang serta lima tenaga serabutan, “Kalau tukangnya dari Jember, kalau tenaga serabutan dari orang-orang sini (Malang),” tandas dia.

Menariknya, semua pekerja yang terlibat dalam pembuatan kapal bukan berasal dari akademisi. Melainkan tukang-tukang yang ahli dan berketerampilan tinggi yang diperoleh dari pengalaman dan belajar otodidak secara turun-temurun. Padahal, bahtera hasil karya mereka sangat menakjubkan. Dimana ketika merakit tentu menggunakan rumus matematis yang rumit.

“Ya wes otodidak begitu, tukangnya. (Seperti) turunan begitu. Semua murni pengalaman tukang,” imbuhnya.

Ketika rakitan kapal telah rampung, Gozi lebih jauh menceritakan, proses selanjutnya adalah penentuan kombinasi warna. Itu biasanya diserahkan kepada pemesan kapal. Oleh pemesan kapal biasanya warna cat disesuaikan dengan karakter perusahaan mereka. Sehingga armada kapal yang dipunyai memiliki ciri khas tertentu.

Menurut Gozi, ada pula pemesan percaya warna tertentu menyimpan hoki tersendiri.

Begitu tahap pengecatan juga sudah diselesaikan, si bahtera pun bersiap mengarungi lautan, menjaring ikan di samudera biru memenuhi kebutuhan.

Namun sebelum secara resmi berlayar, pemilik kapal wajib mengurus izin operasional kapal ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Baru setelah terbit izin, Si Arombai (perahu yang digunakan untuk mencari ikan dengan jaring) siap mengarungi lautan.

“Pada saat kapal meninggalkan galangan, biasanya pemilik menggelar tasyakuran supaya usahanya mendapat berkah. Enggak ada upacara khusus, cuma ada selamatan oleh pemilik kapal,” tutupnya.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh