JOMBANG, FaktualMedia.co – Selain dimintai uang jutaan, penerima bantuan program bedah rumah di Desa Sidomulyo, Megaluh, Jombang, mengaku menerima nota kosong pembelian bahan bangunan dari toko penyuplai material bangunan.
Dalam nota berwarna pink itu, hanya tertulis nama konsumen atau penerima bantuan. Sedangkan dikolom nama barang, hanya dituliskan nama material dan jumlah yang akan dikirim tanpa menyebut nominal dan harga satuan barang tersebut.
“Notanya hanya seperti ini, ini ada empat nota, satu nota untuk besi, yang tiga nota untuk semen masing-masing 10 sak,” kata salah satu sumber penerima bantuan, Sabtu (7/11/2020).
Sumber ini juga mengatakan, selain dirinya, hampir semua penerima bantuan program BSPS (Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya) mengalami hal yang sama.
Kepala Desa, Sidomulyo, Sunyoto menjelaskan, material bangunan dipasok oleh salah satu toko bangunan asal Dusun Gedangkeret Desa Banjardowo, Kecamatan Jombang, sesuai kesepakatan dengan warga penerima.
Sesuai RAB, bangunan yang masuk dalam rincian berupa tembok dan kusen. Sedangkan pondasi dan atap tetap menjadi tanggungan pemilik rumah sendiri.
“Yang jelas sampai saat ini saya belum menerima keluhan, belum ada warga yang melapor ke desa, kuwatir saya ini kabar tidak jelas tapi dikembangkan oleh orang tertentu,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah penerima bantuan bedah rumah program dari Pemerintah Pusat di Desa Sidomulyo Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, mengeluh soal tambahan biaya.
Mereka menduga harga bantuan yang diturunkan dalam bentuk material bahan bangunan itu tak wajar. Sebab, harganya jauh lebih mahal dari harga di pasaran.
Salah satu sumber penerima bantuan yang minta namanya tak disebutkan ini mencontohkan, harga batako yang mencapai Rp 4,5 juta per seribunya, padahal harga normal di pasaran hanya berkisar Rp 3,5 juta atau sekitar Rp 3.500 per biji.
Harga satu rit pasir yang normalnya berkisar Rp 600 ribu, dalam RAP (Rencana Anggaran Biaya) yang mereka terima tercatat Rp 1,75 juta untuk 7 kubik pasir atau sebanyak 2 rit.
“Dimintai Rp 2,6 juta, ada yang Rp 2 juta, semen dapat 20 sak, batako seribu,” ujar salah satu sumber penerima bantuan, saat ditemui di balai desa Sidomulyo.
“Harganya juga dinaikkan jauh, makanya uangnya jadi nggak cukup untuk material bangunan,” ungkapnya.
Kepala Desa Sidomuyo, Sunyoto mengaku tak mengetahui perihal pungutan biaya tambahan tersebut. Sebab, program bernama Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya (BSPS) tersebut langsung turun dari Kemenpera kepada masing-masing penerima bantuan.
Namun demikian, biaya yang dikeluarkan masyarakat penerima bantuan ini mungkin saja bisa terjadi atas kesadaran mereka sendiri yang ingin menambah kualitas rumah menjadi sempurna. Sebab kata dia, setiap rumah kondisinya tak sama.
“Secara teknis saya tidak bisa menjelaskan, sebab ini bukan anggaran (Pemerintah) desa, TPK yang seharusnya menjawab ini. Tapi, ini informasi yang belum tentu benar dari orang-orang tak bertanggung jawab, namun karena biaya dari pemerintah hanya Rp 17 juta, mungkin uang ini bisa saja mereka berikan karena tingkat keruwetan masing-masing rumah kan tidak sama. Bayangkan saja uang Rp 17 juta apa bisa jadi rumah kalau tidak ditambah dengan biaya lain,otomatis mereka harus menambah sendiri,” terangnya.
Di Desa Sidomulyo ada 25 warga yang mendapat bantuan melalui program Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) anggota DPR RI ini.
Sunyoto menjelaskan, teknis pengerjaan bantuan bedah rumah itu bahwa anggaran sebesar Rp 17,5 juta tersebut turun langsung ke rekening masing-masing penerima bantuan. Sedangkan, pengerjaannya dilakukan oleh TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) dengan pengawasan seorang pendamping yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa.