Pemboikotan Produk Prancis Belum Terjadi di Lamongan

LAMONGAN, Faktualnews.co-Seruan memboikot produk Perancis di Indonesia yang sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu, ternyata belum terasa gaung dan realitasnya di Kabupaten Lamongan.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Lamongan, KH. Masnuri Arif, mengatakan pihaknya belum mendapatkan laporan adanya aksi boikot produk Perancis, yang merupakan buntut dari ucapan Presiden Perancis, Emmanuel Macron, terkait karikatur Nabi Muhammad.

“Masyarakat Lamongan sudah memiliki wawasan moderasi umat beragama seperti yang banyak digaungkan NU dan Muhammadiyah. Sebagai sikap beragama yang toleransi, sejuk dan cinta perdamaian,” kata Masnuri, Selasa (17/11/2020).

Masnuri bersyukur di Lamongan tidak sampai terjadi pemboikotan produk Perancis, karena dinilai sesuatu yang berlebihan.

“Sebagian masyarakat yang menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron seperti itu (boikot produk Perancis), bisa jadi awal dari tindakan kekerasan dan berlebihan,” jelasnya.

Lebih jauh Masnuri mengatakan, aksi pemboikotan produk Perancis secara massal hanya akan berimbas pada sektor ekonomi.

“Menurut saya tidak ada relevansinya urusan agama dengan ekonomi. Jika dilakukan maka industri produk prancis di Indonesia cepat atau lambat gulung tikar. Ujungnya terjadi pemecatan pekerja yang di dalamnya juga ada yang beragama Islam. Dengan demikian berimbas kepada saudara kita sendiri,” tuturnya.

FKUB Kabupaten Lamongan mengimbau masyarakat agar tidak ikut-ikutan boikot produk Perancis dan menyikapi tindakan dengan hal-hal yang positif.

“Pernyataan seperti yang di ungapkan Macron secara garis besar memang melukai hati muslim, akan tetapi tidak harus dimaknai secara berlebihan sampai mengerahkan massa dan kelompok,” imbau Masnuri.

Seruan boikot produk Prancis dikarenakan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang telah menghina agama Islam adalah hal yang tepat dan membela penerbitan kartun Nabi Muhammad yang kontroversial.

Tak hanya itu, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang cadar yang menutupi seluruh wajah di ruang-ruang publik.