Kisah Seorang Pemulung di Banyuwangi, Tetap Mandiri di Tengah Pandemi
BANYUWANGI, FaktualNews.co – Gerobak kayu yang lusuh itu berisi tumpukan sampah. Sudah lama, secara rutin gerobak itu menyusuri jalan pinggiran Kota Banyuwangi setiap hari. Gerobak kayu dengan pria kurus itu manjadi pemandangan yang tidak asing bagi warga kasawan Kota Banyuwangi.
Adalah Abdur Rachim pria 56 tahun yang setiap pagi hingga siang mendorong gerobak dari satu tempat sampah ke tempat sampah demi memungut barang buangan yang bisa dia jual ke pengepul rongsok.
Iya, banyak barang yang bagi orang lain adalah limbah tak berharga justru adalah sumber penghasilan bagi pria warga Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, tersebut.
Dari tempat-tempat sampah itu Abdur Rochim memulung botol bekas, kertas tebal atau kardus, barang-barang berbahan besi, alumunim dan plastik-plastik tertentu yang laku dijual.
Untuk menuju Kota Banyuwangi, pria beranak tiga yang kesemuanya sudah berkeluarga itu harus menempuh jarak kurang lebih 5 kilometer. Di kawasan Kota Banyuwangi, itu dia biasa menyusuri Jalan Brawijaya, Jalan Agung Suprapto kemudian ke Jalan Argopuro.
“Saya berangkatnya pagi, sekitar jam 6 setelah sarapan. Pulangnya sore,” ujar Rochim, Minggu (29/11/2020).
Dari memulung barang bekas itu, setiap hari Rochim membawa pulang uang tidak lebih dari Rp. 40 ribu. Iya, dia mengaku selama ini pendapatannya dari memulung tidak lebih dari Rp. 40 ribu.
Uang sejumlah itu, kata pria yang sudah memulung selama 15 tahun itu, dia pakai seluruhnya untuk kebutuhan hidup sehari-harinya bersama sang istri. “Kalau dibilang kurang ya kurang. Tapi ya dicukup-cukupkan,” ujarnya.
Di masa pandemi virus Corona, keslutan dan rasa khawatir tertular Covid-19 tak boleh menghentikannya untuk tetap mengais rezeki dari memulung sampah. Pandemi tak bisa menghentikan dia menafkahi diri dan istrinya. Dan memulung adalah satu-satunya mata pencaharaian yang bisa dia lakukan.
“Ya saya harus tetap kerja untuk menghidupi keluarga,” ucap dia yang saat ini tinggal hanya bersama istrinya itu.
Apakah bantuan pemerintah selama pandemi ini tidak cukup baginya? Bukan tak cukup, dia tak pernah menerima bantuan dari pemerintah, malah.
Selama ini, keluarga yang tinggal di rumah separuh tembok separuh gedek itu, menurut pengakuan Rochim, mengandalkan kesehatan dirinya dan gerobak satu-satunya yang dia punya. Bantuan pemerintah belum pernah dia terima.
Disaat para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) mendapat bantuan permodalan, karyawan bergaji di bawah Rp. 5 juta mendapat subsidi gaji, Rochim masih tetap mendorong gerobak dan memungut rongsokan, menyusuri jalanan seperi sebelumnya.
“Tidak pernah saya dapat bantuan dari pemerintah. Saya berharap kalau bisa ya dibantu,” ungkap Rochim memungkasi.