JEMBER, FaktualNews.co-Saksi Paslon 01 Faida-Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Vian) dan Saksi Paslon 03 Abdussalam-Ivan Ariadna tidak menandatangani hasil rekapitulasi surat suara tingkat kabupaten yang dilakukan Komisi Pemilihan Umam Daerah (KPUD) Jember.
Ini karena masing-masing saksi paslon itu menduga ada pelanggaran-pelanggaran soal aturan yang dilakukan oleh KPU Jember.
Saksi Paslon 03 Candra Ary Fianto memaparkan temuan dan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU Jember. Namun demikian terkait hasil rekapitulasi perhitungan surat suara di tingkat kabupaten, pihaknya menegaskan menerima.
“Terkait hasil kami tidak mempermasalahkan hal itu dan menerima (hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi surat suara tingkat kabupaten), apalagi hasilnya tidak jauh beda, dengan data kami, di BSPN (Badan Saksi Pemilu Nasional) PDI Perjuangan Kabupaten Jember,” kata Candra saat dikonfirmasi usai Rapat Pleno Terbuka, Kamis (17/12/2020) malam.
Namun demikian, pihaknya menyayangkan sejumlah kendala dan temuan persoalan administrasi terkait pelaksanaan Pilkada Jember 2020 ini.
“Yang itu menurut kami sangat merugikan proses demokrasi di negeri kita. Di antaranya, satu terkait data hasil (tingkat kecamatan) diambil dari amplop yang bersegel. Tapi dari 31 kecamatan, amplop yang bersegel tidak disediakan KPU,” sebutnya.
Kemudian temuan kedua, lanjutnya, yakni soal saksi dari Paslon 03, di hampir semua TPS se Kabupaten Jember tidak diberikan form model C kejadian khusus.
“Kemudian, temuan ketiga, kami menengarai atau mengindikasi, di beberapa TPS, masih ada daftar hadir yang tidak sesuai, tapi ditandatangani oleh KPPS. Juga ketidaksesuaian data antara sirekap, dengan data manual. Karena kami ada bukti, akan kami lanjutkan pada proses (pengajuan keluhan),” tegasnya.
Sementera itu saksi Paslon 01 Rico Nurfiansyah Ali juga menyatakan menolak menandatangani berita acara rapat pleno terbuka rekapitulasi surat suara tingkat kabupaten.
Namun berbeda dengan saksi dari Paslon 03, pihaknya juga menolak hasil rekapitulasi surat suara tersebut. Itu ditegaskan dengan memberikan dokumen-dokumen pelanggaran dalam satu bendel laporan dalam satu paket form model C kejadian khusus kepada Ketua KPU Jember Muhammad Syai’in.
Rico berdalih, pihaknya menolak hasil rekapitulasi karena adanya cacat hukum dalam proses rekapitulasi surat suara yang sedang berlangsung. Bahkan juga menilai sebagau sebuah pelanggaran undang-undang pemilu.
“Pertama, diakui oleh sebagian besar PPK di hampir semua kecamatan, ada surat suara kurang, dan surat suara lebih. Jumlahnya beragam, dari satu hingga mendekati angka dua ratus (surat suara) dalam satu TPS,” katanya dikonfirmasi usai Rapat Pleno Terbuka.
Ia menjabarkan, pada 10 kecamatan didapati ada kekurangan surat suara 995 buah. “Juga di 14 kecamatan (kekurangan) 1.477 surat suara yang sudah kami konfirmasi ulang,” sebutnya.
“Hal ini pun juga kami konfirmasi ulang, dalam model D Hasil Kabupaten, dimana (juga) terdapat kelebihan 813 surat suara,” sambungnya.
Tentunya hal ini, kata Rico, bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 yang diperbaharui tahun 2016 pasal 87 ayat 4.
Kemudian alasan yang kedua, terkait aplikasi sirekap yang mestinya diperbaiki saat rapat pleno. “Tapi kenyataannya, dilakukan setelahnya (pleno). Hal ini pun diakui semua saksi paslon. Bahkan panwas juga,” katanya.
“Kemudian alasan kami ketiga, berdasarkan penelitian, dan analisa panwascam. Jika ditemukan satu orang tidak terdaftar dalam DPT, diperbolehkan mencoblos dalam satu TPS, maka harusnya panwascam bisa merekomendasikan dilakukan PSU (pemungutan suara ulang),” tukasnya.
Karena pihaknya, lanjut Rico, menemukan ada 1.282 TPS dugaan temuan dari penjelasan yang dia sampaikan itu. “Sehingga harusnya sebelum batas waktu H+2 (adanya temuan persoalan itu) Panwascam dan Bawaslu dalam hal ini. Sudah merekomendasikan dilakukannya PSU,” tegasnya.
Bahkan, sambungnya, form model D Hasil menjadi satu kesatuan dari halaman satu sampai empat, jika ditemukan satu saja pelanggaran undang-undang.
“Maka kami (punya hak) tidak ikut serta melegalkan (hasil rapat pleno terbuka itu),” sambungnya.
Karena menurutnya, hasil rekapitulasi surat suara adalah ujung dari representasi dari tingkat TPS. “Hal ini sesuai dengan Pasal 112 ayat 2 huruf E (aturan perundang-undangan tentang pemilu),” tuturnya.
Namun meskipun demikian, Rico tidak mempermasalaahkan soal hasil perhitungan suara. “Karena paslon kami Ibu Faida dan Mas Vian, dari takdir ini kami mengimani hasil dari perhitungan suara, dan tidak mempersoalkan hasilnya. Namun kami menunggu tindakan dari Bawaslu terkait temuan-temuan itu,” katanya.
Terkait langkah konkret untuk kemudian dilakukan pengajuan ke tingkat Mahkamah Konstitusi (MK), pihaknya akan mengkaji ulang, karena perselisihan hasil itu, ada aturan ada catatannya.
“Kami tidak tahu, apa yang akan dilakukan (langkah yang akan diambil selanjutnya). Tapi kami menyayangkan kelima kawan-kawan KPU ikut melegalkan pelanggaran undang-undang ini,” pungkasnya.
Menyikapi hal ini, Ketua KPU Jember Muhammad Syai’in menegaskan. Melalui kesepakatan bersama dan para saksi dari masing-masing calon sudah memaparkan argumentasinya.
Tepat pukul 23.41 WIB, KPU Jember tetap menetapkan resmi hasil perolehan surat suara secara resmi di tingkat kabupaten.
“Hasil perolehan surat suara (tingkat kabupaten) ini, ditandatangani oleh Ketua, sekurang-kurangnya dua anggota (KPU) dan saksi yang hadir. Namun apabila ada saksi yang tidak mau menandatangani, tidak mengurangi keabsahan,” kata Syai’in usai rapat pleno.
Sehingga menurut Syai’in, hasil rekapitulasi surat suara ini sudah sah. “Meskipun dari saksi Paslon 01 dan Paslon 03 tidak mau menandatangani berita acara rapat pleno terbuka ini,” katanya.
Terkait pelaksanaan Rapat Pleno Terbuka itu, meskipun ditemukan kendala selama prosesnya, sudah sesuai ketentuan dalam PKPU 19 Tahun 2020 Pasal 30 Ayat 4 dan Ayat 5.
“Jadi sudah berjalan, dan sudah sesuai dengan tindak lanjutnya. Memang saksi Paslon 01 mengajukan keberatan dengan mengisi form D Keberatan atau catatn khusus, saksi Paslon 02 nihil dan menandatangani (berita acara), dan paslon 03 menerima hasil, tapi tidak menandatangani berita acara,” jelasnya.
Nantinya terkait persoalan, pihaknya pun mempersilakan penyampaian persoalan melalui mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan, dan aturan yang tertuang dalam PKPU.
“Karena kita dalam proses rekapitulasi ini kan mencocokkan data. Kalau ada selisih kita kroscek lagi sesuai ketentuan yang berlaku,” sambungnya.
Sehingga dalam rapat pleno sudah dilakukan konfirmasi ulang dan PPK kecamatan tersebut dimintai klarifikasi lanjutan.