PAMEKASAN, FaktualNews.co – R.KH. Abd Hamid Baqir lahir di Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Desa Potoan Daja, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
R.KH.Abd Hamid Baqir merupakan putera tertua dari pasangan R.KH. Abd Majid dan Nyai Aisyah, yang memiliki garis keturunan langsung dari R.KH. Abd Hamid, putera dari pendiri Ponpes Darul Ulum Banyuanyar, R.KH. Isbat.
Wakil ketua Peradaban Zainuddin Syarif menjelaskan, bahwa kepemimpinan dan keteladan para pengasuh pesantren, telah berevolusi menjadi konstruksi nilai kepesantrenan yang senantiasa dieksternalisasikan ke dalam bangunan sistem dan struktur sosial pesantren lintas aspek, sehingga dengan begitu diharapkan dapat memberi pengaruh signifikan terhadap jati diri dan pembentukan karakter santri.
“Dalam kaitan ini, keteladanan dan kepemimpinan para pengasuh pesantren di Banyuanyar, dapat dibahasakan sebagai role model kepribadian yang sejauh ini tetap mengkristal dalam pendidikan pesantren dari masa ke masa,” kata dia, Sabtu (26/12/2020).
Jika merujuk pada banyak studi terdahulu yang telah dilakukan oleh banyak penggiat akademisi, dimensi kepemimpinan dan keteladan para pengasuh pesantren di Banyuanyar bisa kita lacak di banyak kajian atau teks akademik.
“Menariknya kepemimpinan dan keteladanan tersebut sesungguhnya sudah terbentuk sejak masa pengasuh generasi pertama, yakni ketika pesantren ini ada di bawah pimpinan Kyai Isbat,” ujarnya Zainuddin Syarif.
Lebih lanjut, dia menejelaskan bahwa berdasarkan babakan sejarahnya, Kyai Isbat sendiri dikenal sebagai perintis berdirinya Pesantren Banyuanyar (1788-1868). Pada masa ini, karakter kepemimpinan dan keteladanan Kyai Isbat selaku pengasuh Banyuanyar, ia tunjukkan melalui perilaku, sikap, dan sifatnya yang sangat wara,’ tawaddhu’ (renda hati), dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.
“Berkenaan dengan ini, diceritakan bahwa ketika Kyai Isbat hendak mendirikan pesantren Banyuanyar, Kyai Isbat mengawalinya dengan melakukan puasa satu tahun penuh. Menariknya, dalam puasanya ini Kyai Isbat meniatkannya bukan semata untuk dirinya sendiri, melainkan juga kepada pesantren dan para santri yang belajar di Banyuanyar,” imbuhnya.
Dengan demikian, kata Zainuddin, menjelaskan jiwa kepemimpinan dan keteladanan Kyai Isbat kemudian berlanjut dan diwariskan kepada generasi-generasi setelahnya, Mulai dari R.KH. Abd Hamid, R. KH. H. Abd Majid. R.KH. Baidawi, R.KH. Abd. Hamid Baqir, hingga pada periode kepengasuhan sekarang di bawah pimpinan R.KH. Muhammad Syamsul Arifin.
Zainuddin Syarif, juga menjelaskan bahwa untuk melacak biografi R.KH. Abd. Hamid Baqir lahir tidaklah sulit, termasuk menyangkut sejarah pendidikan dan perjuangan dakwahnya. Demikian karena R. KH. Abd. Hamid Baqir merupakan kyai atau ulama cukup populer di Madura, tentunya dengan sepak terjang kepemimpinan dan peran dakwahnya yang besar. Baik kepemimpinan dan dakwah di internal pesantren Banyuanyar sendiri maupun peran sosial di tataran kehidupan masyarakat di luar pesantren.
Berdasarkan penelusuran data lapangan, serta merujuk pada studi-studi sebelumnya, R.KH. Abd. Hamid Baqir diketahui lahir di Kabupaten Pamekasan, tepatnya di Pesantren Banyuanyar, Desa Potoan Daya, Kecamatan Palengaan. Berdasarkan nasab kekeluargaan, R.KH. Abd. Hamid Baqir adalah putera tertua dari pasangan R.KH. Abd. Majid dan Nyai Aisyah yang memiliki garis keturunan langsung dari R.KH. Abd. Hamid, putera dari pendiri Pesantren Banyuanyar, R.KH. Isbat.
Sementara berdasarkan babakan periode kepemimpinan pesantren, R.KH. Abd. Hamid Baqir tercatat sebagai pengasuh generasi keempat, melanjutkan kepemimpinan dari ayahnya, R.KH. Abd. Majid yang pada saat itu memilih untuk bermukim ke luar, mendirikan pesantren lain yang saat ini dikenal dengan pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.
Hanya saja, posisi R.KH. Abd. Hamid Baqir yang saat itu tengah memimpin pesantren di luar Madura, yakni Pondok Pesantren An-Nur, Kali Baru, Kabupaten Banyuangi yang dirinya rintis sejak tahun 1957, mengharuskan dirinya menjalankan kepemimpinan di dua pesantren sekaligus.
Namun demikian, berbekal semangat juang dakwahnya yang besar, peran tersebut tetap beliau jalankan secara maksimal meski harus membagi waktu dan tenaga di dua tempat berbeda, antara Pulau Madura dan Pulau Jawa (Banyuwangi).
“Bercermin pada perjuangannya ini, maka sangat beralasan jika dibanyak kajian agama dan kepesantrenan di Madura, R.KH. Abd. Hamid Baqir dikenal sebagai kyai dengan jiwa dakwah totalitas yang mengajarkan arti tanggung jawab kepemimpinan serta keteladanan diri yang luhur dan penuh
bijaksana,” pungkasnya.