MOJOKERTO, FaktualNews.co – “Lari pak semua, awas ada bom, tiarap,” teriak Serma Agus Tugas Prayitno Handoko setelah mengetahui ada bom malam misa Natal di gereja Eben Haezar Jalan Kartini, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, 24 Desember tahun 2000 silam.
Peristiwa kelam bom malam misa Natal 2000 yang mengakibatkan salah seorang anggota Banser Mojokerto, Riyanto meninggal tidak mungkin bisa dilupakan Agus Tugas Prayitno Handoko.
Polisi yang kini berpangkat Aiptu dan bertugas di Polsek Jetis tersebut masih cuti dalam tugasnya karena luka fisik yang menimpanya akibat ledakan bom Natal 20 tahun silam di gereja Eben Haezar Jalan Kartini, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.
“Waktu saya berteriak adanya bom dan mengkomando orang disekitar untuk lari. Bom pun meladak, saya lari dan jatuh terduduk, terpental sekitar 10 meter dari lokasi ledakan, hingga menyebabkan tulang punggung saya cacat permanen,” kata Agus saat ditemui FaktualNews.co di rumahnya yang ada di Pulorejo, Kota Mojokerto, Jumat (25/12/2020).
Akibat ledakan bom itu ia mengalami cacat fisik dibagian punggung dan mengalami kelumpuhan dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama 5 tahun.
Selain luka fisik (kelumpuhan) yang dialaminya, Agus masih mengalami trauma jika mengingat peristiwa ledakan bom tahun 2000.
“Saya masih belum sembuh total (lumpuh), masih dalam perawatan. Padahal sudah 20 tahun lalu peristiwanya. Untuk kerja saya masih cuti, kondisi fisik masih seperti ini,” tandasnya
Selama 20 tahun ini, Agus berusaha mengobati luka fisiknya dan saat ini dia sudah bisa berjalan meskipun belum sepenuhnya pulih.
“Foto ronsen mulai tahun 2000 sampai tahun 2018 masih ada. Saat di rs dokter Soetomo, ternyata disana saya dicek dan mengalami syaraf tulang kejepit karena jatuh duduk,” tegasnya sambil menunjukan foto ronsen.
Setelah 20 tahun peristiwa kelam bom misa Natal di gereja Eben Haezar Kota Mojokerto Agus baru bisa mengungkapkan “fakta” bahwa ia merupakan satu-satunya saksi kunci kejadian tersebut.
“Sejarah harus diluruskan, hanya saya saksi kunci satu-satunya,” ungkap Agus.
Agus merupakan sosok polisi yang membuka tas plastik berisi bom yang diberikan oleh Riyanto kepada dirinya.
“Tas plastik itu saya buka bersama Riyanto dengan posisi jongkok berhadap-hadapan,” katanya.
Mengetehui hal itu, agus secara spontan sambil berlari mengkomando orang-orang disekitar lokasi ledakan bom untuk berlari dan tiarap.
Namun sayangnya, menurut penuturannya, almarhum Riyanto “enggan” berlari dan melihatnya memegang tas plastik berisi bom dengan posisi membungkuk.
“Saya lari lima langkah, saya tidak tega dan melihat kebelakang, mungkin Allah yang memberi tahu melihat Riyanto tidak lari dan benda itu dipegang, mungkin dianggap mercon dan dimasukkan ke bak kontrol (saluran air) itu, ya otomatis konslet, kan belum waktunya meledak,” ungkap Agus.
Agus menjelaskan, di depan rumah dokter Gunawan itu ada gorong-gorong yang terdapat bak kontrol.
“Saya masih melihat dengan mata kepala saya sendiri Banser tersebut (Riyanto) posisi berdiri membungkuk,” tegas dia.
“Tempat Riyanto memegang tas plastik itu bawahnya adalah gorong-gorong yang terdapat bak kontrol. Secara otomatis bom itu meledak dengan dahsyat karena konslet. Itu sekitar pukul 20.10 WIB,” tandas Agus.