SURABAYA, FaktualNews.co-Selama tiga hari mulai 1 hingga 3 Januari pengrajin tempe mogok produksi. Hal ini dikarenakan kenaikan harga kedelai yang dianggap tidak wajar oleh pengrajin tempe.
Noto (57) koordinator pengrajin tempe Wonocolo Surabaya menjelaskan, sejak akhir 2020, kenaikan harga kedelai terjadi. Bahkan dalam kurun waktu dua minggu, sudah tiga kali mengalami kenaikan.
“Awalnya harga Rp 7.500 per kilogram. Setelah itu naik jadi Rp 7.800. Tak lama kemudian naik lagi dan sekarang sudah diangka Rp 9.500 per kilogram,” jelasnya, Senin (4/1/2021).
Kenaikan ini tentu saja memberatkan pengrajin tempe dan tahu. Pasalnya, belum juga menjual produksi tempe yang dibuatnya, harga kedelai sudah naik harga.
“Bayangkan. Hari ini kita belanja kedelai dengan harga Rp 7.500. Setelah produksi dan belum sempat menjual hasil produksi harga kedelai sudah naik lagi. Terus untuk kita dari mana,” keluhnya.
“Sedangkan kalau tiba-tiba kita jual tempe dengan menaikan harga, pasti pembeli akan lari dan pelanggan banyak yang kabur,” tegasnya. Untuk itu, Noto berharap pemerintah bisa mendengar jeritan pengrajin tempe tahu agar segera menurunkan harga kedelai.
“Kita mintanya harga kedelai kembali normal. Minta tolonglah pemerintah bantu pengusaha kecil ini,” pintanya.
Sesuai dengan kesepakan Sahabat Pengrajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia, produksi tempe dan tahu dihentikan mulai tanggal 1-3 Januri 2021. Dan tanggal 4 Senin hari ini, tempe dan tahu sudah mulai beredar di pasaran.
“Hari ini kita mulai jualan. Tapi yang pasti kita akan naikkan harga mulai dari 20 sampai 30 persen. Karena memang sampai saat ini harga kedelai masih belum stabil,” pungkasnya.