Terlapor Dugaan Penipuan CPNS 2013 Diperiksa di Gedung DPRD Sumenep
SUMENEP, FaktualNews.co – Kasus dugaan penipuan tes CPNS tahun 2013 yang menyeret nama istri ketua DPRD Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus menggelinding. Teranyar, Hj. Rahmaniyah telah diperiksa oleh penyidik korps Bhayangkara setempat.
Hal itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Dhani Rahadian Basuki, kepada sejumlah media, pihaknya menyebut telah melakukan pemeriksaan kepada terlapor sepekan lalu, bertempat di gedung DPRD Sumenep.
“Si terlapor ini, minggu lalu sudah diperiksa di kantor dewan,” terang AKP Dhani, kepada media baru-baru ini.
Disinggung mengapa harus diperiksa di kantor dewan, AKP Dhani beralasan atas dasar permintaan dari yang bersangkutan. “Itu atas permintaan dari ketua dewan kalau tidak salah, intinya terlapor minta diperiksa di sana,” imbuhnya.
Diketahui, kasus dugaan tindak pidana penipuan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Sumenep ini kembali mencuat setelah dilaporan oleh JM, Warga Ambunten ke Polres setempat.
Dugaan tindak penipuan CPNS 2013 lalu itu, korban mengaku diiming-imingi menjadi abdi negara oleh RM (istri ketua DPRD Sumenep, Hj. Rahmaniyah), warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru.
RM dilaporkan JM, Warga Ambunten ke Polres Sumenep, pada 24 Agustus 2020 lalu. Dengan dasar bukti lapor LP-B/195/VIII/RES.1.11/2020/RESRKRIM.SPKT Polres Sumenep. Dugaan penipuan itu terjadi lantaran korban juga sudah menyetor sejumlah uang kepada terlapor.
Dalam laporannya, dugaan penipuan itu berawal saat, korban berkeinginan menjadi pegawai negeri. Korban yang tengah mencari jalan untuk bisa lolos, bertanya kepada temannya FAT dan diarahkan ke terlapor, RM. Akhirnya, korban langsung mendatangi terlapor dan menjalin komunikasi.
Nah, setelah itu akhirnya terlapor mengaku bisa meloloskan menjadi CPNS. Tentunya, dengan membayar uang sebesar Rp 60 juta, itu dibayar lunas ketika sudah ada SK (Surat Keputusan).
Dalam perjanjian, korban ini tetap harus membayar uang muka atau DP (down payment). Maka, korban menjadi tertarik, dan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 40 juta. Sementara sisanya akan dibayar setelah lolos dan SK keluar.
Beberapa bulan berikutnya, terlapor meyakinkan korban dengan menyatakan SK sudah ada, dan meminta untuk dijemput di rumahnya. Sayangnya, SK tersebut disinyalir palsu, karena korban tetap tidak diangkat sebagai ASN.
Sementara itu, Rahmaniyah dalam wawancara eksklusif bersama FaktualNews.co, istri K. Abdul Hamid Ali Munir ini mengaku apa yang terjadi pada dirinya adalah rentetan kasus dugaan penipuan, sehingga dia yang diseret ke ranah hukum sebagai terlapor, sejatinya juga merupakan korban.
“Dengan orang yang melapor ke Polres beberapa waktu lalu itu, sebenarnya posisi kami sama mas, sama-sama jadi korban,” sebutnya. Minggu (3/1/2020).
Rahmaniyah mengurai, kasus tersebut bermula dari ketertarikan keponakannya untuk menjadi abdi negara dalam hal ini ASN, ia yang saat itu sudah menjadi istri anggota DPRD, mengklaim hanya membantu mencarikan jalan.
Dalam perjalanannya, Rahmaniyah menemukan jalur untuk memasukkan keponakan dan beberapa orang yang meminta tolong pada dirinya, melalui salah seorang berinisial AM, warga Desa Klaimook, Kecamatan Kalianget Sumenep, yang diketahui lewat jalur rekannya juga.
“Awalnya saya minta tolong ke teman, akhirnya disambungkan dengan AM ini untuk bisa memasukkan orang-orang yang minta tolong ke saya jadi PNS lewat jalur kebijakan (K2),” imbuhnya.
Modusnya sama, Rahmaniyah juga harus menyetorkan sejumlah uang sebagai DP kepada AM, sisanya harus dilunasi setelah sejumlah orang yang didaftarkan masuk dan memperoleh SK.
“Uang yang saya setor ke AM sekitar 1.8 miliar, itu yang berkuitansi. Ada juga yang tanpa kwitansi, totalnya Rp 2 miliar lebih,” rincinya.
Karena itu, istri politisi senior partai besutan GusDur ini, dua tahun lalu sempat juga menempuh jalur hukum untuk melaporkan AM, namun hingga kini belum ada tindak lanjutnya.
“Sekitar Maret 2019 lalu saya sudah laporan ke Polres Sumenep, tapi sampai sekarang malah tidak ada tindak lanjutnya,” bebernya.
Rahmaniyah mengaku, ada sekitar 40 orang yang meminta bantuannya untuk lolos menjadi PNS, namun tidak satupun yang diterima. Karena itulah dirinya mengklaim sebagai korban dari AM karena persyaratan dan uang DP dari pelamar semua disetor ke AM.
“Ada sekitar 35-40 orang, uang DP-nya semua masuk ke AM, posisi saya juga sebagai korban,” akunya.
“Begini, posisi saya juga korban mas, saya bantu orang, orang nyetor uang DP ke saya, uang tersebut saya setorkan ke AM, ada buktinya kok, bukti-bukti itu juga akan kita serahkan ke polisi,” tegasnya, mengakhiri pembicaraan.