FaktualNews.co

Polemik Pembelian Lahan Sengketa Pasar Batuan Bergulir ke PN Sumenep

Liputan Khusus     Dibaca : 566 kali Penulis:
Polemik Pembelian Lahan Sengketa Pasar Batuan Bergulir ke PN Sumenep
FaktualNews.co/Supanji
Kabag Hukum Pemkab Sumenep, Hizbul Wathan, di ruang kerjanya, Rabu (17/2/2021).

SUMENEP, FaktualNews.co – Gugatan R. Soehartono, putra sulung mantan Bupati Sumenep, R. Soemar’oem kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, soal lahan Pasar Tradisional yang berlokasi di sebelah barat SKB Batuan, tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep.

Gugatan tersebut dialamatkan kepada OPD Disperindag, sehingga untuk penanganannya menjadi tugas dan tanggungjawab bagian hukum Setkab Sumenep.

“Atas dasar itu, maka kami melaksanakan penanganan hukum,” terang Kabag Hukum Pemkab Sumenep, Hizbul Wathan, Rabu (17/2/2021), di ruang kerjanya Rabu (17/2/2021).

Terkait sengketa tanah tersebut, Wathan mengklaim Pemkab baru tahu soal sengketa kepemilikan tanah saat masuk proses pengerjaan pagar.

Menurutnya, tanah yang dibeli Pemkab Sumenep untuk dibangun pasar itu menjadi urusan pihak-pihak yang bersengketa, yakni R. Soehartono dan Mohammad Zis.

“Kalau soal sengketanya kami tidak mengetahui. Karena kami, bukan para pihak yang bersengketa,” sebutnya.

Menurutnya, perkara itu sebenarnya sengketa antara R. Soehartono dengan Pak Zis. Hubungan hukumnya pun dengan Pak Zis. Dalam perkembangannya ada istilah tergugat intervensi karena tanah yang disengketakan dibeli Pemkab Sumenep.

“Sehingga Pak R. Soehartono ini gugatannya bukan ke Pak Zis tapi kepada Pemkab Sumenep. Karena Pak Zis melepaskan peralihan haknya kepada kami,” jelasnya.

Wathan mengklaim, pengadaan tanah itu sudah berdasarkan mekanisme yang benar di Disperindag Sumenep. Bahkan hubungan hukum kaitannya Mohammad Zis ke Disperindag sudah melalui proses administrasi yang sah.

“Proses pembelian tanah oleh pemkab tersebut sudah berdasarkan atas bukti kepemilikan tanah dari pihak Pak Zis. Namun setelah tanah itu menjadi milik Pemkab Sumenep, muncullah gugatan dari pihak pak Hartono,” imbuhnya.

Saat ini, persoalan sengketa tanah Pasar Batuan tersebut sudah masuk ke ranah hukum dengan nomor perkara 03/PDT.G/2020/PN.Sumenep.

“Kita dapat panggilan pertama pada tanggal 6 Februari 2020, OPD yang jadi tergugat adalah Disperindag. Kemudian penggugatnya adalah Bapak R. Soehartono,” lanjut Wathan.

Sementara persidangannya sendiri menurut Kabag Hukum sudah terlaksana dan untuk Kamis (18/2/2021) besok, agendanya keterangan saksi dari pihak penggugat.

Dari kesaksian itu kemudian pembuktian, selesai baru kesimpulan. Ketika semuanya selesai baru putusan.

“Kalau dari persidangan persentasi titik tekannya di pembuktian. Pembuktian surat (tanah,red) apakah sudah sesuai,” tegasnya.


Baca juga: 


Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Sumenep, menggelontorkan dana sekitar 8,941 miliar dari APBD tahun 2018 untuk pembelian tanah. Lahan seluas 1,6 hektare yang berlokasi di sebelah barat SKB Batuan direncanakan untuk membangun Pasar Tradisional.

Proyek pengerjaan fisik pun dimulai dengan membuat pagar. Pembangunannya, ditaksir menelan anggaran sebesar Rp600 juta dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2019.

Tanah yang awalnya dibeli dari RB Mohammad dan Mohammad Zis itu justru belakangan menuai polemik. Pasalnya, R. Soehartono, putra sulung mantan Bupati Sumenep, R. Soemar’oem juga mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Sumenep, H. Moh Subaidi menyebut, Pemkab Sumenep terkesan gerasah gerusuh dalam pembelian lahan. Pembelian tanah itu dinilai tanpa melalui tahapan yang seharusnya dilakukan oleh eksekutif, seperti mengecek status tanah hingga status kepemilikan yang sah di mata hukum.

“Kenapa kalau belum jelas (lahan,red) langsung dikeluarkan anggarannya. Kami sangat menyayangkan ini,” tegas H. Subaidi, Selasa (16/2/2021).

Disinggung mengenai peran legislatif dalam mengontrol realisasi program tersebut, politisi dapil II ini menyebut bahwa eksekusi realisasinya tetap di eksekutif.

“Walaupun DPRD yang menyetujui tapi eksekusinya kan tetap ada di pemerintah daerah,” imbuhnya.

Berdasarkan hasil kajian dan penelusuran pihaknya saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) pada tahun 2019 lalu, ditemukan bahwa status kepemilikan tanah kedua belah pihak sama-sama dibuktikan dengan keberadaan akta jual beli (AJB) tanah.

Dalam hal ini, kedua belah pihak disinyalir kuat memiliki legal standing hukum soal kepemilikan tanah yang masih bersengketa tersebut. Mestinya, pemerintah tidak terburu-buru mengeluarkan anggaran sebelum status hukum jelas.

“AJB ada dua, hanya nomornya yang berbeda. Ini aneh tapi nyata. Saya cermati hanya nomornya yang berbeda. Contoh yang satu nomor 10 yang satunya nomor 11. Sama sama pegang AJB,” urainya.

Dengan status pembelian tanah seluas 1,6 hektar itu, lanjut dia, pemerintah sudah mengalami kerugian baik waktu maupun manfaat.

“Seharusnya uang itu bermanfaat. Kalau hitung-hitungan bisnis harusnya sekian tahun sudah dapat berapa, tapi kalau hitung-hitungan manfaat itu tidak bermanfaat,” keluhnya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah agar polemik tersebut segera diselesaikan supaya tidak timbul kecurigaan mendalam dari seluruh rakyat.

“Kalau benar AJB yang dipegang penjual, pemerintah harus segera bergerak dan bertindak sesuai rencana, kalau tidak, pemerintah harus bertanggungjawab seperti apa nanti, apakah bisa dipidanakan atau tidak,” ungkapnya.

“Yang jelas pemerintah salah membeli tanah itu karena tanpa melalu tahapan yang jelas sehingga menimbulkan konflik sampai sekarang,” tegasnya.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh
Tags