MOJOKERTO, FaktualNews.co – Praktik prostitusi secara terang-terangan terus berdenyut di Mojokerto, Jawa Timur. Selain eks lokalisasi balungcangkring yang sudah ditutup oleh pemerintah, bisnis prostitusi bisa ditemui di kawasan Jalan Raya Mlirip, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, dekat dengan pabrik Ajinomoto, menjadi tempat mangkal para waria pekerja seks.
Sepanjang jalan Mlirip, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto itu sudah bukan rahasia lagi menjadi tempat mangkal para waria serta pekerja seks komersil (PSK) menawarkan jasanya di malam hari.
Berdasarkan penelusuran FaktualNews.co, hampir setiap malam terlihat beberapa waria nongkrong di sepanjang jalan Mlirip, Mojokerto tanpa rasa sungkan.
Di tengah remang-remang lampu jalan, mereka secara terang-terang menjajakan dirinya dengan memakai baju seksi dan berdandan menor. Sesekali mereka melambaikan tangan ke pengguna jalan, berharap ada yang berhenti dan memakai jasanya untuk memuaskan nafsu biologis.
Biasanya mereka mulai menunjukkan batang hidungnya pada pukul 22.00 WIB hingga Pukul 03.00 WIB
Salah seorang warga berinisial P (56) mengatakan, pangkalan waria pinggir jalan itu sudah ada sejak ia kecil sekira tahun 80-an. Artinya pangkalan tersebut telah menjadi legenda.
“Tiap malam pasti ada, kalau main ya di andel (tepi sungai Brantas), kadang juga di semak-semak,” katanya saat berbincang dengan media ini, Minggu (21/02/2021) malam.
Tak lengkap rasanya, jika tanpa mengetahui berapa tarif yang mereka patok kepada pelanggan. Penelusuran pun berlanjut manghampiri salah satu waria pekerja seks sekitar lokasi.
Tergolong mudah berinterkasi dengan mereka, dihampiri merek akan mengajak ngobrol basa-basi tengang tarif yang mereka patok.
Tanpa rasa malu-malu, seorang waria yang sedang mangkal di jalan raya Mlirip sebut saja Melati mengungkapkan, tarif sekali main yakni Rp 30 ribu.
“Lumayan sih tiap malam kadang sampai 11 orang,” ujarnya kepada FaktualNews.co (Kelompok Faktual Media).
Berbeda dengan pekerja seks komersial wanita, tarif layanan waria terbilang lebih murah. Lokasi mainnya pun bisa dilakukan di semak-semak beratap langit.
Melati mengaku terpaksa melakoni pekerjaan dengan cara mangkal dipinggir jalan. Alasan klasik pun muncul dari faktor kebutuhan ekonomi. Bisnis salon dan rias pengantin yang ia tekuni selama ini sedang sepi imbas dari pandemi covid-19.
“Sebelum ada Corona aku ngak kerja diluar kayak gini, gara-gara ada corona pekerjaan merias sepi, sebelum corona penghasilanku bisa mencapai puluhan juta per bulan,” jelasnya.
Pelanggan Melatin ini pun bervariasi, mulai anak muda hingga tua, masih bujang sampai sudah kawin. Namun, menurut melati, pelanggannya paling banyak anak muda berusia 17-25 tahun.
“Kadang sih ada juga 25 sampai 40 tahun, tapi yang banyak ya yang muda,” tukas Melati.
Ia tidak sendiri, dibeberapa titik sepanjang jalan tersebut ada teman-temanya satu profesi. Ada yang nongkrong sendiri dan ada pula yang berdua.
Selain waria, ternyata setalah ditelusuri lebih jauh, ada juga wanita pekerja seks komersial (PSK) di sebuah warung kopi.
Berbeda dengan waria, mereka tak terlihat berdandan menor, terkesan ala kadarnya saja. Namun memasang tarif agak lebih tinggi dari waria, yaitu, Rp. 50 ribu sekali main.
“Saya masih baru disini, katanya disini ya sekitar segitu harganya. Mulai mangkal jam 9 malam samal jam 1 dini hari. Kemarin saya dapat dua tamu langsung pulang,” ungkap salah seorang PSK.