BLITAR, FaktualNews.co-Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ngudi Waluyo Wlingi Blitar menegaskan pihaknya tak pernah menyatakan pasien yang meninggal tidak karena Covid-19 sebagai positif Covid-19. Pihak rumah sakit juga membantah telah memaksa keluarga pasien untuk menandatangani pernyataan pasien yang meninggal sebagai akibat Covid-19.
Bantahan itu merespons pernyataan Susemi (60) warga Kelurahan Beru Kecamatan Wlingi, yang suaminya, Slamert Dijanto (70) meninggal di RSUD Sakit Ngudi Waluyo, yang dinyatakan karena Covid-19.
Susemi menuding RSUD sengaja mencovidkan suaminya. Susemi yakin suaminya meninggal bukan karena Covid-19. Bahkan Susemi telah mengadu ke DPRD Kabupaten Blitar.
Bantahan pihak RSUD Ngudi Waluyo disampaikan salah satu dokter spesialis penyakit dalam, dr Hesti Purwanti SpPD. Dikatakan, pihak RSUD Ngudi Waluyo memberikan diagnosis atau konfirmasi itu sudah sesuai pedoman baik dari WHO dan pedoman dari Kemenkes.
“Jadi kami tidak bisa melakukan tindakan yang di luar dari pedoman itu. Pasien ini diagnosanya probable Covid. Karena dari pemeriksaan, semua mengarah ke diagnosis Covid,” kata dr Hesti, Kamis (25/2/2021).
Dijelaskan, memang untuk pasien Slamet Dijanto ini, setelah meninggal dites swap, hasilnya negatif. “Tetapi pemeriksaan swap satu kali lagi belum tentu menyingkirkan diagnosis bebas Covid,” ” kata dr Hesti.
Terkait pemaksaan dan mengcovidkan pasien, dr Hesti berkilah, sebetulnya dilakukan bukan tanda tangan mengcovidkan. Yang dilakukan memberi edukasi kepada keluarga pasien menjelaskan tentang kondisi pasien, diagnosis pasien.
“Hal agar keluarga pasien mengerti dan tidak ada pertanyaan lagi. Kami tidak memaksa tanda-tangan dicovidkan. Kami hanya memberi edukasi kepada pasien dan menjelaskan tentang kondisi pasien,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Susemi (60), warga Desa Beru Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar mengadu ke dewan. Pasalnya, dia tidak terima meninggalnya sang suami, Slamet Dijanto (70), dicatat akibat positif Covid-19 oleh sebuah rumah sakit di Blitar.
Jenazah Slamet diurus secara protokol kesehatan penanganan Covid-19 setelah Susemi menandatangani pernyataan sang suami seb agai pasien terpapar Covid-19.
“Saya terpaksa menandatangani karena saya ditekan. Saya juga kecewa, katanya sudah diurus sesuai dengan syariat agama. Tapi saya tidak diberi bukti berupa foto maupun lainnya,” kata Susemi ditemui di rumahnya, Rabu (24/02/21).
Menurut Susemi, sebelum meninggal dunia, suamimya didiagnosis terkena stroke. Namun baru beberapa jam usai didiagnosis, Slamet meninggal dan keluarga diminta menandatangani sebagai pasien Covid-19.
“Pihak rumah sakit juga janji mau melakukan tes swab anggota keluarga dan semprot rumah. Tapi sampai sekarang belum dilakukan,” tandasnya.
Panoto, salah satu anggota DPRD Kabupaten Blitar merasa prihatin dan simpati dengan keluarga korban. Dia sangat menyayangkan tindakan rumah sakit yang terkesan memaksakan kehendak.
“Saya akan membantu keluarga korban dengan melakukan komunikasi, baik dengan rumah sakit maupun dinas terkait,” pungkasnya.