Nasional

Buka Investasi Miras, Kontroversi Jokowi Menata Ekonomi

SURABAYA, FaktualNews.co – Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan itu mengisyaratkan dibukanya keran investasi pada industri minuman keras (miras) mengandung alkohol, anggur, dan malt.

Namun investasi hanya bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal. Sebelum ada aturan ini, industri pembuatan miras masuk dalam golongan bidang usaha tertutup.

Langkah pemerintah membolehkan usaha miras disebut-sebut sebagai upaya mendorong terbukanya usaha mikro dan menengah di daerah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat perekonomian Indonesia pada periode pertama pemerintahan Jokowi tak pernah beranjak dari angka 5 persen. Kondisi diperparah dengan kehadiran wabah Covid-19 pada periode kedua kepemimpinannya. Sehingga membawa masuk investasi ke dalam negeri, dianggap penting oleh mantan Gubernur Jakarta tersebut.

“Jadi kami tidak berharap investasi besar, tapi bagaimana pemberdayaan dan perlindungan bagi UMKM dan masyarakat. Itu yang diutamakan,” ucap Deputi Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot, kepada wartawan, Minggu (28/2/2021).

Perpres pun menuliskan, penanaman modal terbuka bagi investor asing dan dalam negeri, termasuk koperasi dan UMKM. Meski terbatas bagi empat provinsi di Indonesia. Rupanya aturan ini juga memberi peluang daerah lain membolehkan usaha miras dengan syarat ada usulan dari gubernur.

Upaya pemerintahan Jokowi menata ekonomi dengan megizinkan usaha miras di tanah air tak berjalan mulus. Kebijakan ini menuai reaksi keras berbagai pihak, tak terkecuali anggota dewan dari partai pengusung Jokowi – Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 lalu.

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai kebijakan itu kebablasan. Sebab Perpres membuka peluang investasi miras di seluruh daerah.

“Kebijakan membuka investasi minuman keras, yang tersurat juga berlaku untuk provinsi-provinsi lain selain Papua, NTT, Bali, dan Sulut asal dengan persetujuan gubernur adalah kebijakan kebablasan,” kata Arsul Sani.

Arsul mempertanyakan berapa banyak pajak yang akan diperoleh dari kebijakan itu.
Dia juga mempertanyakan seberapa banyak tenaga kerja yang mampu diserap dengan membuka lapangan kerja sektor tersebut tak sebanding dengan dampak negatif miras.

Kemudian penolakan juga datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Organisasi masyarakat yang biasa berada dibelakang setiap kebijakan Jokowi kali ini bersikeras menentang.

Citra haram miras bagi umat muslim karena mendatangkan banyak kemudaratan ketimbang manfaat menjadi alasan PBNU menolak Perpres Nomor 10 Tahun 2021.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mengatakan, seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat.

“Agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik. Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” tegas Said Aqil.

Bukan hanya diprotes para tokoh nasional. Penolakan juga datang dari Papua, daerah tujuan investasi. Eksekutif dan legislatif disana sepakat menolak aturan baru Jokowi.

Penjabat Sekretaris Daerah Papua Doren Wakerwa mengatakan perpres investasi miras yang diterbitkan Presiden Joko Widodo bertolak belakang dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pelarangan Miras di Papua.

Dalam perdasus itu, pemprov secara tegas melarang peredaran miras di Papua. Menurut Doren, selama ini miras tidak baik bagi masyarakat karena menyebabkan tindakan pelanggaran hukum seperti kecelakaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Doren mengatakan Gubernur Papua Lukas Enembe berharap kondisi masyarakat di wilayahnya aman dan nyaman tanpa miras. Mereka akan mengkaji kembali penerapan Perpres tersebut di wilayahnya.

“Sehingga dengan adanya peraturan yang baru ini, akan kami lihat kembali bagaimana ke depannya,” katanya, Senin (1/3/2021).

Sebaliknya, dukungan terhadap langkah mantan Walikota Solo melegalkan usaha miras datang dari PDI Perjuangan. Legislator PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai beleid aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini sudah sesuai semangat kearifan lokal.

Hendrawan mengatakan investasi apapun, termasuk soal miras, dilakukan dengan niat dan tujuan memberikan kesempatan lebar bagi daerah tujuan.

“PDI Perjuangan selalu menggunakan matriks pertimbangan yang masak, sehingga investasi yang masuk harus menciptakan pertumbuhan dan kesempatan kerja yang inklusif, dan memiliki akar kultural yang kuat,” kata Hendrawan.

Mayoritas masyarakat Indonesia menolak miras karena dikhawatirkan dapat memicu tindakan kriminalitas. Para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya. Seperti kasus penembakan yang baru terjadi di Cengkareng – Jawa Barat. Dimana seorang oknum polisi Bripka CS menembak tiga orang yakni waiter, FSS; kasir, M; dan manajer RM Kafe, H. Timah panas itu juga mengenai seorang anggota TNI AD, S.

Akibatnya, FSS, M, dan S meninggal di lokasi kejadian. Sedangkan, H mengalami luka-luka. Aksi nekat Bripka CS terjadi lantaran pelaku berada dibawah pengaruh miras. Bripka CS telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia  dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

Imbas dari kejadian ini, pimpinan Polri mengeluarkan larangan setiap anggota kepolisian pergi ke tempat hiburan dan meminum miras.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono memastikan akan menindak polisi yang memasuki tempat hiburan dan melakukan beberapa kegiatan di tempat tersebut.

“Ada mekanisme pengawasan internal Polri, yaitu melalui Inspektorat dan Propam. Jika ada perilaku anggota yang melanggar ketentuan, Propam akan melakukan tindakan terhadap anggota yang melanggar,” kata Rusdi, Jumat (26/2/2021).

Rusdi mengatakan pihaknya juga meminta bantuan masyarakat untuk melapor jika melihat polisi yang masuk ke tempat hiburan. Dari laporan itu, pihaknya akan memeriksa langsung ke lapangan.

“Mekanismenya, melalui adanya laporan dari masyarakat, kemudian ditindaklanjuti laporan tersebut. Dan mekanisme berikutnya anggota Propam turun ke lapangan memantau perilaku anggota di lapangan,” tutupnya.