FaktualNews.co

Maya Cendrawasih, Sosok Pejuang Pencegah Stunting di Jember, Tak Kendor Saat Pandemi

Kesehatan     Dibaca : 841 kali Penulis:
Maya Cendrawasih, Sosok Pejuang Pencegah Stunting di Jember, Tak Kendor Saat Pandemi
FaktualNews.co/hatta
Maya Cendrawasih menggendong balita.

JEMBER, FaktualNews.co-Maya Cendrawasih (43), barangkali termasuk sosok perempuan yang jarang ditemukan. Perempuan keturunan Tionghoa ini selama tiga tahun fokus berjuang dalam pencegahan stunting di wilayah Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk, Jember.

Stunting sendiri secara sederhana diartikan sebagai kondisi tinggi badan anak yang jauh lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya.

Keakraban dia dengan kegiatan pencegahan stunting berawal dari senangnya beraktivitas sosial. Wanita yang akrab disapa Maya ini sampai di Desa Panduman yang memiliki persoalan gizi buruk, hingga berakhir pada kasus kondisi stunting.

Meskipun bukan asli warga Jember (karena dia pindahan dari Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi), upaya mencari donatur bantuan, dan makanan bergizi untuk mengatasi persoalan stunting sudah lama dilakukan olehnya.

Kini saat pandemi Covid-19, persoalan stunting di Desa Panduman belum selesai. Bahkan terakhir, persoalan stunting di Jember itupun menjadi perhatian dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.

Karena Kabupaten Jember termasuk peringkat atas, untuk persoalan kematian Ibu dan Bayi (anak), sekaligus persoalan stunting.

“Untuk membahas soal stunting, yang utama mengatasinya adalah memberikan makanan tambahan, dan susu. Kita juga melihat kondisi orang tuanya, yang benar-benar minus ekonominya, dan meskipun mendapat bantuan sembako, kondisi stunting juga masih parah,” kata Maya di Desa Panduman, Rabu (10/3/2021).

Persoalan stunting, kata Maya, diawali dari kondisi kekurangan gizi, yang diistilahkan dan digambarkan. Kondisi bayi, balita, atau anak-anak. Dengan bobot, tinggi badan, dan umur yang tidak seimbang.

“Contohnya, kasus yang pernah saya ketahui sekitar 2018 lalu. Bocah perempuan usia 3 tahun, berbeda dengan anak seusianya. Ia hanya bertinggi badan 71 sentimeter. Beratnya 8 kilogram. Ini membuatnya seperti balita 1 tahun. Pemberian ASI kurang, harus ada asupan gizi tambahan,” kata Maya yang sejak 2005 tinggal di Jember itu.

Padahal saat lahir, kata Maya, kondisinya normal. “Tapi perkembangannya lambat. Awalnya sebelum stunting, diawali dari istilah bayi atau balita BGM (Bawah Garis Merah) artinya tidak seimbang antara bobot, tinggi badan, dan umurnya. Ini yang saya harap jadi perhatian,” kata wanita yang sama sekali tidak berlatar belakang ilmu kesehatan ini.

Maya mengatakan, dirinya sering berkomunikasi dengan tenaga kesehatan di Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk itu. “Pada 2021 ini, dari data yang saya dapat, ada 122 anak masuk kategori pendek dan sangat pendek 87 anak. Total ada 199 di satu desa saja. Di Jember banyak. Saya belum update data lagi,” katanya.

Maya yang dekat dengan relawan sosial bahkan juga TRC BPBD Jember ini mengungkapkan selama ini terkait perjuangan melawan stunting, dirinya dibantu donatur. Namun tidak sedikit dia merogoh kocek pribadi untuk kegiatannya.

“Kami kan swasta, gak bisa ‘cover’ semuanya, kalau lapor dinsos ya wis tuwuk (sering, red) dibantu. Tapi paling tidak, yang kami cover itu ada peningkatan berat badan, itu dasarnya,” kata Maya.

Selain upaya memberikan bantuan, katanya, upaya lain lewat jalan edukasi ke orang tua anak juga dilakukan olehnya.

“Edukasi kepada emak-emak agar anaknya kalo tidak mau makan jangan dikasih makanan ringan yang tidak ada gizinya. Juga ngobrol dengan mereka tentang manfaat kelor, bahan makanan murah meriah di sekitar mereka yang kandungan gizinya tinggi,” ungkapnya.

Aktivitas mengatasi stunting ini antara lain dengan rutin berkeliling desa, untuk menimbang bobot dan mengukur tinggi badan anak.

“Jadi setiap anak-anak yang mendapat jatah susu pasti kami timbang, dan kami punya datanya kalau pertumbuhan tinggi dan berat badan ada kenaikkan. Itu rumus dasar, sehingga tahu perkembangannya,” ucap Maya.

Di tengah Pandemi Covid-19, Maya tidak mengendorkan perjuangannya untuk mengatasi stunting.

“Tapi kemampuan saya terbatas. Pandemi Covid-19 tidak jadi alasan untuk menyerah. Saat ini hanya di satu desa. Sedangkan di Jember soal stunting ini banyak. Adanya instruksi Gubernur Khofifah soal AKI (Angka Kematian Ibu), Angka Kematian Bayi (AKB) dan anak, semoga menjadi perhatian lebih baik dari pemerintah,” katanya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah