BANYUWANGI, FaktualNews.co – Upacara peringatan Hari Raya Nyepi dan tahun baru Saka 1943 di Dusun Amartasari, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, digelar sederhana tanpa ogoh-ogoh.
Ini merupakan kali kedua perayaan tanpa ogoh-ogoh sejak munculnya wabah Virus Corona pada akhir tahun 2019 lalu. Semua dilakukan secara sederhana, menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah terkait penanganan wabah.
Demikian juga upacara Melasti yang dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi. Prosesi Melasti di dusun tersebut dilakukan dengan membawa pertima ke pantai untuk dibersihkan.
Melasti diawali dari pura Puseh Banjar Adat Amertasari, sejumlah umat Hindu berjalan kaki dengan membawa sesaji menuju ke pinggir pantai Glondong, Desa Waktukebo, Kecamatan Blimbingsari.
Ketua PHDI Desa Watukebo, Wayan Suwindro, mengatakan, upacara dilaksanakan sederhana saja. Yang penting, jelas dia, tidak meninggalkan ritual-ritualnya.
“Melasti sebagai bentuk mensucikan diri sebelum Hari Raya nyepi, mengambil air dari tengah laut, lalu dibawa ke pura kemudian di percikan kepada umat yang hadir agar mendapatkan berkah dan kesucian diri,” ujar Wayan Suwindro, Sabtu (13/3/2021).
Setelah Melasti, karena tak ada ogoh-ogoh proses selanjutnya adalah upacara Tawur Agung yang digelar di sejumlah titik. Setelah itu, jeoasnya, maka langsung dilakukan penyepian, yang identik dengan Catur Brata atau empat pengendalian diri.
“Catur Brata yaitu empat pengendalian diri, yang pertama Amati Geni atau tidak boleh menyalakan api, lampu serta alat yang memancarkan cahaya. Yang kedua Amati Karya, atau tidak boleh bekerja, ketiga Amati Lalungan atau tidak boleh bepergian, dan yang terakhir Amati Lelanguan atau memutar musik atau ramai dalam Hari Raya nyepi,” terangnya.