FaktualNews.co

Sebatang Kara, Nenek di Jember Ini Puluhan Tahun Tidur di Pasar Loak

Peristiwa     Dibaca : 495 kali Penulis:
Sebatang Kara, Nenek di Jember Ini Puluhan Tahun Tidur di Pasar Loak
FaktualNews.co/hatta
Nenek Buni berada di lapak pasar loak yang juga tempat tiggalnya.

JEMBER, FaktualNews.co – Seorang nenek di Kabupaten Jember, Jawa Timur, hidup seorang diri di dalam pasar loak alias pasar barang bekas.

Nenek itu, bernama Buni (56), tinggal di salah satu lapak berukuran 2,5 x 3 meter di dalam kompleks Pasar Loak Kelurahan Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Jember.

Nenek Buni berdasarkan e-KTP yang dimilikinya kelahiran Madura 1 Juli 1965, selama sekitar lebih 30 tahun tinggal seorang diri di pasar loask tersebut. Yakni sejak suaminya meninggal pada 1991.

Sebelum menempati kiosnya yang sekarang, selama 5 tahun nenek Buni bahkan tinggal dan tidur di salah satu toilet umum di dalam pasar loak tersebut. Di dalam pasar itu, nenek Buni menggantungkan hiduponya dengan berjualan minuman kopi dan teh.

Kata Nenek Buni, banyak suka duka tinggal di Pasar Loak. Mulai dari hal-hal lucu, banyaknya dagangan kopi dan teh yang diutang pembeli, sampai dengan tinggal bersama kecoa dan tikus.

Juga pengalaman menyeramkan serta mistis dengan seringnya didatangi mahluk berbadan besar dan gelap bermata merah. Serta pengalaman melihat tangan yang berjalan saat dirinya salat atau tidur malam.

“Alhamdulillah sejak suami saya meninggal, saya tinggal di dalam pasar ini,” kata nenek Buni di kios yang ditempatinya, Minggu (21/3/2021) malam.

Nenek Buni mengaku, tinggal seorang diri di dalam pasar karena tidak punya anak dan hidup hanya seorang diri alias sebatang kara.

Namun dari e-KTP yang dimilikinya, Nenek Buni tercatat sebagai warga Jalan Pajajaran, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari. Saat ditanya itu alamat siapa, ia mengatakan, itu adalah alamat saudaranya.

“Tapi saya tidak enak mau tinggal di sana, tidak enak merepotkan saudara,” katanya. Sehingga karena itu, Nenek Buni tinggal seorang diri di dalam Pasar Loak itu.

Dari informasi yang dihimpun, Nenek Buni merupakan istri yang dimadu. Namun dirinya tidak memiliki seorang anak pun. Saat ada suaminya masih hidup, dia merawat anak yang dari suaminya.

Tapi setelah sang suami meninggal karena sakit, Nenek Buni malah mendapat balasan tidak mengenakkan dari anak-anak sang suami yang dirawatnya. Sehingga Nenek Buni memilih tinggal seorang diri dan tidak merepotkan anak-anak suaminya.

“Dulu saya menikah di Madura, tapi karena suami meninggal saya memilih tinggal di Jember. Biarlah, tidak apa-apa saya tinggal sendiri,” katanya.

Nenek Buni mengaku memiliki saudara di Pulau Madura. Tetapi kata Nenek Buni, saudara-saudaranya itu kurang perhatian.

“Ya sama dengan yang di sana (Kelurahan Kebonsari). Daripada merepotkan, biar sudah saya tinggal di sini. Alhamdulillah saya bisa hidup dan mandiri tidak merepotkan orang lain,” ungkapnya.

Selama tinggal di dalam Pasar Loak, Nenek Buni menyampaikan, dirinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berjualan minuman kopi dan teh untuk para pedagang di dalam pasar tersebut.

“Saya jualnya Rp 2500 untuk kopi dan teh itu. Kalau ada (buah) pisang per biji saya jualnya Rp 500,” ucapnya.

Menurut Nenek Buni, dengan berjualan itu, cukup bagi dirinya untuk menyambung hidup. Namun dari apa yang dilakukannya itu, Nenek Buni mengaku sedikit kecewa dari para pembelinya.

“Karena sering diutang sama pembeli itu. Bahkan ada pembeli yang alasan belum dapat pemasukan. Ya mau gimana lagi. Bahkan sangking (karena) lamanya utang, saat saya tagih sampai menghindar. Ya sudah dianggap belum rejeki,” katanya.

Nenek Buni juga mengungkapkan, selama kurang lebih 30 tahun tinggal di Pasar Loak, banyak kisah dan cerita yang sering dialaminya.

Bahkan diungkapkan oleh Nenek yang tampak sehat itu, dengan kondisi tinggal seorang diri di dalam pasar. Bukan orang yang ditakutinya.

“Yang sering saya alami, itu lihat orang berbadan gelap tinggi dan besar. Juga ada tangan yang jalan sendiri waktu malam itu. Ya itu yang sering saya lihat. Tapi masih mending, dulu awal-awal pernah itu atap kios kayak suara gemuruh. Tapi sekarang jarang,” ujarnya.

Ditanya apakah Nenek Buni takut dengan pengalamannya itu? “Ya lama-lama kebiasaan, tapi ya takut. Pernah saya pas salat malam, ada kayak orang tinggu besar matanya merah dan badannya gelap, tiba duduk di atas saya. Pas salat, waktu itu teriak-teriak, tapi gak ada yang nolong. Akhirnya hilang sendiri pas Subuh. Ya suka duka tinggal di sini (Pasar Loak),” ucapnya.

Terpisah, salah seorang penjaga pasar Sigit mengaku mengenal Nenek Buni sejak dirinya masih kecil. Nenek Buni memang diketahui sudah tinggal lama di dalam Pasar Loak.

“Wakti itu sempat lima tahunan tidur dan tinggal di pasar, tapi tidurnya di toilet. Tapi setelah itu ada kios kosong dan tinggal di sana,” kata Sigit

Sigit membenarkan jika Nenek Buni juga tinggal hanya seorang diri sejak suaminya meninggal. “Tapi dia dimadu sm suaminya, atau istri kedua. Tapi setelah meninggal, Nenek Buni dibuang gitu. Ya sudah ada di sini,” katanya.

Sigit juga mengatakan, terkadang ada warga atau donatur yang mampir memberi sembako. Tapi untuk bantuan pemerintah, katanya, tidak ada.

“Saya berharap sih mungkin ada, karena kasihan umurnya semakin tua. Kalau sakit bagaimana, mungkin butuh berobat. Mungkin pemerintah bisa bantu untuk dapat bantuan kaitannya untuk jaga-jaga jika sakit,” katanya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah