SURABAYA, FaktualNews.co-Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menyatakan 80 persen busa di Sungai Tambak Wedi disebabkan oleh limbah rumah tangga. Hal itu menanggapi adanya busa atau buih yang sempat muncul di muara Sungai Tambak Wedi.
Kasi Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Lingkungan Hidup pada DLH Kota Surabaya, Ulfiani Ekasari menjelaskan, buih atau busa yang timbul di Sungai Tambak Wedi karena adanya zat yang di dalamnya terdapat kandungan surfaktan. Zat tersebut bisa berasal dari detergen maupun organik.
“Nah, surfaktan ini akan menurunkan tegangan permukaan ketika ada pengadukan atau misal dari pompa yang jalan dan sebagainya. Jadi karena ada polutan yang masuk terutama dari organik detergen. Sehingga kalau ada pengadukan itu timbul busa,” kata Ulfiani, Senin (22/3/2021).
Dia mengaku sudah melakukan pengecekan dan pemantauan terkait adanya busa di muara sungai Tambak Wedi. Hasilnya, pihaknya menyimpulkan bahwa polutan itu 80 persen berasal dari rumah tangga.
“Sungai Tambak Wedi rutin kita ambil sampel. Kemarin kita sudah susuri bersama pihak kepolisian juga. Pengendalian memang harus dilakukan dari sumbernya atau rumah tangga,” jelas dia.
Dia menambahkan, Pemkot Surabaya sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah dan mengantisipasi hal tersebut. Seperti mendorong masyarakat agar membangun IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) komunal, serta melalui program Green and Clean.
“Total IPAL komunal di Surabaya ada sekitar 200-an. Tujuannya untuk mengendalikan polutan yang ada di rumah tangga, dari greywater (mandi, cuci, kakus),” tambahnya.
Tak hanya terhadap rumah tangga, pencegahan juga dilakukan DLH Surabaya terkait antisipasi limbah dari perusahaan atau sektor usaha.
Menurut dia, sebelum beroperasi, setiap perusahaan di Surabaya juga diwajibkan memiliki IPAL tersendiri di samping pengajuan izin usaha. “Kita juga melakukan pengawasan yang ketat,” sambungnya.
Di samping itu, upaya pengendalian juga dilakukan pemkot dengan membangun IPAL di sentra usaha. Seperti pada Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan Puskemas.
“Termasuk di puskesmas kita juga bangun IPAL. Tujuannya untuk mengendalikan polutan yang masuk ke sungai,” ungkap dia.
Ulfiani menambahkan, upaya yang paling efektif adalah mengendalikan dari sumbernya, yakni rumah tangga. Apalagi sungai di Surabaya berada di muara, sehingga pengendaliannya dibutuhkan sinergi antar-pemangku wilayah.
“Kalau terkait dengan sungai kita tidak bisa kerja sendiri, karena harus menyeluruh dengan bupati atau kota lain. Karena (sungai) kita khususnya di hilir,” pungkasnya.