SURABAYA, FaktualNews.co-Kegiatan Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Ulum Surabaya di masa pandemi Covid-19 pada bulan Ramadan tahun ini ada perbedaan dengan sebelum ada pandemi.
“Meski di masa pandemi Covid-19, aktivitas tetap berjalan. Seperti kajian kitab dan pengajaran Al-Qur’an. Dan setiap seminggu sekali ada bimbingan belajar. Bagi santri siswa tetap ada batasan dengan cara dibagi,” jelas H Zainal Arifin, S.Pd, pengasuh Ponpes Miftahul Ulum, Senin (19/4/2021).
Santri Ponpes Miftahul Ulum yang ada di Jalan Jati Purwo Gang 2 nomor 29, Kelurahan Ujung, Kecamatan Semampir, Surabaya ini ada 130 santri.
Dari total 130 santri, sistem belajar selama ini dengan cara dibagi dua. Waktu kegiatan di siang hari ba’da zuhur dan ashar. Sedangkan untuk malam hari salat tarawih dan dilanjutkan tadarus.
“Meski sistem belajar-mengajar dilakukan dengan tatap muka, penerapan protokol kesehatan (Prokes) tetap dilakukan. Sementara saat belajar dengan cara daring. Banyak kendala terjadi, santri siswa ada yang serius ada yang tidak, sedangkan kendala lain soal paket data maupun handphone,” tambahnya.
Bagi yang hanphonenya tidak mendukung, harus meminjam sana sini. Sehingga mereka tidak bisa full menerima pelajaran maupun informasi yang harus didapat oleh siswa santri.
“Pada bulan Juni mendatang sudah mulai bisa belajar tatap muka, dan semua guru/ ustad sampai saat ini sudah dilakukan Vaksinasi dari Pemerintah melalui rumah sakit dari masing-masing daerah,” cetusnya.
“Sementara sekolah tatap muka ini saya rasa sangat penting untuk bisa segera dilakukan, karena target kurikulum baik pesantren dan pemerintah (K-13) sulit untuk dilampaui jika belajar menggunakan sistem daring,” ungkap dia.
Jika belajar dilakukan secara daring secara terus menerus, guru akan kesulitan memberikan tugas kepada siswa santri, karena ada yang tidak mengerjakan. Maupun untuk serius hanya 20-30 persen saja.
“Sekolah tatap muka di tempat saya sudah saya lakukan sejak bulan Agustus 2020 lalu. Karena itu tuntutan juga dari wali santri agar ponpes menerapkan belajar tatap muka, namun menerapkan prokes,” sebutnya.
Dengan membuka sekolah tatap muka, Zainal Arifin mengaku sering didatangi oleh Tim Gugus Tugas Covid-19. Namun dengan sekolah tatap muka ini pihak wali santri sendiri sebenarnya mendukung.
Sedangkan belajar daring ini membuat penilaian ke siswa santri tidak obyektif, terutama siswa Sekolah Dasar (SD), karena setiap pelajaran atau tugas yang diberikan yang mengerjakan adalah orang tua dan bukan santri siswa sendiri.
“Mereka ini ingin masuk seperti dulu lagi, ketemu sama teman, tidak ribet dengan HP, dan bisa bertanya langsung kepada guru jika kurang paham,” ungkap dia.
Kami berharap dan mendukung sekolah tatap muka di masa pandemi Covid-19, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Jika tatap muka belajar bisa lebih maksimal, dan bisa membatasi mereka untuk aktif diluar.
“Selama masa pandemi Covid-19, mereka ini lebih aktif main game di warkop,” ujarnya.
Sehingga jika belajar mengajar masih menggunakan sistem daring, maka guru atau lembaga pendidikan harus bisa membuat inovatif agar bisa menarik siswa ini mau belajar.