LUMAJANG, FaktualNews.co-Kesenian Wayang Krucil mengalami senjakala alias di ambang kepunahan di Kabupaten Lumajang. Baik dari segi seni pertunjukannya maupun barang kerajinannya.
Padahal, pada dekade 1990-an, menurut Soeparno Padmowardoyo (62), dalang sekaligus pengrajin wayang krucil, di Desa Sidorejo Kecamatan Rowokangkung di Kabupaten Lumajang, wayang krucil pernah mengalami masa kejayaan.
Saat itu dirinya kerap manggung ke luar daerah. Seperti di Kota Surabaya dan di beberapa kota lainnya di Jawa Timur, selain tentu saja di Kabupaten Lumajang sendiri.
Wayang krucil sendiri merupakan satu bentuk seni pertunjukan yang menggunakan wayang berukuran kecil, terbuat dari kayu pipih (waru, pinus, atau mentaos), dengan tangan terbuat dari kulit sapi, sehingga mudah digerak-gerakkan oleh dalang.
Penamaan wayang krucil dikarenakan ukurannya yang lebih kecil dibandingkan wayang kulit, hanya sekitar 30 sentimeter.
Wayang krucil dimainkan dengan cerita tentang petunjuk hidup dan kisah nabi yang berasal dari Al Quran. Ini berbeda dengan wayang kulit yang berkisah tentang cerita epos Mahabarata dan Ramayana.
Keahlian mendalang tersebut, diwarisi dari mendiang orang tuanya yang juga seorang dalang dari Kabupaten Blitar, dan dirinya bisa memainkan kesenian Wayang Kulit dan Wayang Krucil.
Menurut Soeparno Padmowardoyo, dalam dekade terakhir, pertunjukan kesenian wayang krucil kian jarang ditemui, tergerus kesenian moderen. Job manggung pun kian sepi.
Seiring itu, wayang krucil sebagai hasil kerajinan juga sepi peminat. Padahal, pada 1990-an kerajinan ini tak hanya dikirim ke sejumah daerah di Indonesia, namun juga menembus mancanegara. Kerajinan wayang krucil ini pernah komoditas seni yang diminati.
“Saat masa kejayaannya dulu, saya punya 15 orang karyawan untuk membuat kerajinan wayang krucil, karena banyak pesanan yang datang dari beberapa daerah dari Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan dan Eropa,” kata Soeparno, Kamis (22/04/2021).
Namun seiring berjalannya waktu, kejayaan tersebut mulai meredup. Lebih-lebih setelah peristiwa bom Bali 1 dan Bom Bali 2, yang sangat menurunkan jumlah pemesanan. Ini karena jumlah wisatawan ke Bali saat itu turun drastis.
Suparno sendiri prihatin karena wayang krucil terancam punah. Lebih-lebih tak ada lagi generasi muda yang mau belajar membuat dan belajar memainkan wayang krucil. Di sisi lain, dia sendiri sudah tidak mampu memproduksi wayang krucil.
“Sebenarnya, kalau ada yang mau belajar, saya bersedia mengajari anak-anak muda untuk membuat wayang krucil. Apalagi di usia lanjut seperti sekarang ini, saya tidak mampu lagi membuat wayang krucil,” pungkasnya.