Ekonomi

Situasi Pandemi, Apindo Mojokerto Mintas Pengusaha dan Pekerja Berunding Soal THR 2021

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto meminta para pengusaha dan pekerja perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19 untuk merundingkan soal realisasi Tunjangan Hari Raya (THR) pada lebaran 2021.

Hal tersebut menyusul Surat Edaran (SE) yang diterbitkakan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dengan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam SE itu, perusahaan diperintahkan untuk membayar THR bagi karyawannya paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto, Bambang Wijanarko menuturkan, di tengah situasi yang hingga kini masih masih melanda Indonesia membuat kondisi cukup sulit bagi sektor perusahaan.

Menurutnya, kondisi itu menuntut adanya sikap saling mengerti antara kedua belah pihak. Pengusaha berpikir positif ke pekerja dan sebaliknya sehingga masalah bisa selesai. Menurutnya butuh saling memahami antara pengusaha dan pekerja.

Di Kabupaten Mojokerto, ada sebanyak 934 perusahaan. Banyak tidak aktif karena ada pekerja yang dirumahkan dengan perjanjian, bekerja paruh waktu, ini yang terjadi.

“Dari 934 perusahaan, ada 2 yang tutup di tahun ini. Yang melapor ke Disnakertrans, yang tidak melapor saya yakin ada. Pelaporan syaratnya ke Disnakertrans, kita hanya diberitahu saja. Lisan saja tidak masalah,” tutur Direktur PT Irutama itu, Rabu (28/04/2021).

Ia menjelaskan, situasi pandemi Covid-19 saat ini perusahaan bisa bertahan sudah cukup bagus sehingga pihaknya berharap perusahaan yang bertahan dilindungi dan disupport. Produksi turun draktis tapi perusahaan masih bisa memberikan upah kepada para pekerja.

“Mestinya kewahiban THR bagi perusahaan terdampak dengan situasi ini bisa menggunakan perundingan. Apakah jika THR tidak dibayar penuh, pekerja mau? Ya monggo perundingan. Jika ada kesepakatan, perjanjian bersama ini menjadi lebih kuat dari UU,” kata Bambang.

Namun, biasanya menimbulkan situasi yang kurang menguntungkan karena hanya perwakilan yang diajak berunding. Dari 1.000 pekerja yang diajak berunding mungkin hanya 3 sampai 20 perwakilan. Dari 980 yang tidak terlibat perundingan, mungkin ada yang tidak setuju.