SIDOARJO, FaktualNews.co-Taufiqurrahman, mantan Bupati Nganjuk, Jawa Timur dituntut 6 tahun pidana penjara, denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan pidana kurungan.
Ini karena Taufiqurrahman dinilai bersalah melakukan korupsi menerima gratifikasi total Rp Rp 25,657 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama menjabat Bupati Nganjuk.
Tuntutan tersebut dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto dan Hendry Sulistiyawan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo yang terhubung via zoom dengan terdakwa di Lapas Delta Sidoarjo, Senin (17/5/2021).
Selain hukuman pokok, Bupati Nganjuk dua periode 2008-2018 itu juga dituntut membayar uang pengganti (UP) total Rp 25,657 miliar. Uang pengganti tersebut maksimal satu bulan harus dibayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
“Bila tidak dibayar, maka harta benda dirampas untuk negara. Jika masih kurang ditambah hukuman pidana penjara selama 4 tahun,” ucap JPU KPK Arif Suhermanto yang membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim diketuai Cokorda Gede Artana, Senin (17/5/2021).
Dalam surat tuntutan mengungkap bahwa Taufiqurrahman terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 12 B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara dalam surat tuntutan mengungkap jika total gratifikasi sebesar Rp 25,657 miliar itu diperoleh dari bawahannya mulai kepala dinas, camat, rekanan, hingga tenaga harian lepas. Gratifikasi itu diterima dalam rentan waktu 2013-2017 selama menjabat menjadi orang nomor satu di Kabupaten Nganjuk.
Surat tuntutan yang dibacakan secara rinci dan menyebutkan satu persatu nama pemberi itu mengungkap bahwa total keseluruhan uang sebesar Rp 25,657 miliar diperoleh secara berturut-turut oleh terdakwa diantaranya dari fee proyek Dinas PU Bina Marga, Pengairan dan Cipta Karya total sebesar Rp 14 miliar.
Kemudian, Dinas Peternakan dan Perikanan sebesar Rp 330 juta, Dinas Pertanian Rp 2,225 miliar, Dinas Kesehatan dan RSUD Kertosono sebesar Rp 2,980 miliar. Lalu uang sebesar Rp 1,367 miliar dari Pemkab Nganjuk yang diperoleh dari fee proyek Dinas Pendidikan.
“Dan mutasi jabatan,” ulas Arif Suhermanto, JPU KPK ketika membacakan surat tuntutan.
Selain itu, gratifikasi itu juga diterima sebesar Rp 1,720 miliar dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang berasal dari tenaga harian lepas (THL) Dinas Pertanian. Kemudian Bappeda sebesar Rp 465 juta, serta total Rp 265 juta dari urunan Kabid Lingkungan Hidup Kebersihan (LHK) dan sebesar Rp 2,1 miliar dari rekanan.
“Sejak terdakwa menerima uang berturut-turut yang seluruhnya sebesar Rp 25,657 miliar itu tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari, hingga hari ini. Penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum,” jelasnya.
Selain itu, dalam surat tuntutan JPU KPK juga mengulas terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan terdakwa. Total uang seluruhnya sebesar Rp 9,536 miliar sejak 2013-2017.
Total uang keseluruhan itu digunakan membeli tanah seluas total 30.665 meter di Desa Putren Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk, pembelian tanah seluas total 126.558 meter di Dusun Puhtulis, Desa Suru Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, tanah seluas total 34.649 meter di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk.
Kemudian, pembelian 1 unit Mobil Jeep Wrangler dan 1 unit mobil Mercy Smart Fortwo warna abu-abu tua. Barang bukti tersebut sudah disita KPK dan dijadikan barang bukti di pengadilan untuk dirampas menjadi hak negara.
Perlu diketahui, Taufiqurrahman, mantan Bupati Nganjuk, Jawa Timur merupakan yang kedua kalinya diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo terkait perkara gratifikasi dan TPPU ini.
Perkara ini merupakan pengembangan KPK atas perkara suap tangkap tangan yang pertama menjerat Taufiqurrahman.
Pada perkara suap tersebut, Taufiqurrahman divonis hukuman selama 7 tahun penjara, denda Rp 350 juta, subsider 4 bulan penjara.
Selain itu, Taufiqurrahman juga dihukum pencabutan hak untuk dipilih dalam suatu pemilihan selama 3 tahun terhitung sejak selesai menjalani masa pidana penjara dan kurungan.