JEMBER, FaktualNews.co – Sepuluh mahasiswa menuntut pembebasan tahanan politik Papua dan aktivis pro demokrasi dalam aksi unjuk rasa (Unras) yang mereka gelar di bundaran depan Mapolres Jember Jalan Kartini, Kecamatan Kaliwates, Kamis (20/5/2021).
Dalam unjuk rasa bertepatan dengan peringatan Hari Kabangkitan Nasional (Harkitnas) itu, 10 mahasiswa asal Papua tersebut menyatakan pembebasan tahanan politik merupakan solusi demokratis.
Para mahasiswa dengan jumlah sedikit itu, mengawali aksinya dengan melakukan longmars dari Jalan PB Sudirman menuju lokasi aksi.
Mereka juga membentangkan spanduk seukuran 2 x 4 meter, bertuliskan ‘Bebaskan seluruh tapol papua, kawan2 pro demokrasi dan berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis’.
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu, juga melakukan orasi, dan meneriakkan yel-yel ‘Papua bukan teroris-Papua bukan teroris’.
Puluhan polisi berpakaian lengkap melakukan penjagaan ketat dan memasang kawat berduri di sekitar lokasi.
Aksi damai itu merupakan respon penangkapan sejumlah aktivis kemerdekaan Papua oleh oleh pasukan gabungan TNI dan Polri, Satgas Nemangkawi pada Minggu malam (9/5/2021) lalu.
Salah satu aktivis yang ditangkap adalah Juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo
Menurut Korlap Aksi Markus Gobai, pihaknya menilai penangkapan terhadap aktivis kemerdekaan Papua itu, dinilai tak berdasar bahkan melanggar HAM.
Markus Gobai menambahkan, pihaknya juga mengecam keras Keputusan pemerintah menetapkan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) sebagai teroris.
“Hal ini tentunya akan memicu konflik yang lebih luas. Sehingga kami menuntut Pemerintah Indonesia untuk mencabut label tersebut,” kata Markus dalam orasinya.
Selain itu Markus menyebut otonomi khusus (Otsus) yang selama ini digadang-gadang sebagai solusi ketimpangan ekonomi di Papua, tidak memberikan dampak apapun. Menurutnya, untuk mengakhiri ketimpangan bukan dengan jalan melajutkan kebijakan Otsus.
“Jadi mereka, bangsa Papua menolak Otsus itu untuk dilanjutkan,” ujarnya.
“Pemerintah Indonesia harus memberikan hak menentukan nasib sendiri atau referendum kepada Bangsa Papua sebagai solusi demokratis. Sehingga kami bisa menentukan nasibnya sendiri,” ujarnya berteriak lantang.
Aksi berlangsung selama kurang lebih 2 jam sebelum kemudian 10 mahasiswa itu membubarkan diri.