Kesimpulan itu disampaikan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati berdasar hasil analisa gempa dalam siaran pers secara virtual, Jumat (21/5/2021).
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi di Blitar, yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat subduksi Lempeng Indo Australia yang menunjam Lempeng Eurasia,” ujar Dwikorita.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Subduksi Lempeng Indo Australia tersebut ? Dihimpun dari berbagai sumber, istilah subduksi berarti tumbukan atau pertemuan. Sementara Lempeng Indo Australia merupakan lempeng tektonik yang memanjang dari Samudera Hindia hingga Benua Australia.
Sedangkan di utara lempeng ini, terdapat Lempeng Eurasia yang membentang dari Benua Eropa hingga Asia. Apabila kedua lempeng ini saling bertumbukan maka akan tercipta gempa bumi.
Pada peristiwa gempa bumi Blitar, Lempeng Indo – Australia pada koordinat 8,63 LS dan 112,34 BT, atau tepatnya berada di 57 km arah Tenggara Kabupaten Blitar menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Lempeng yang bertumbukan ini berada di kedalaman kurang lebih 110 km. Akibatnya, gempa bermagnitudo 5,9 SR pun terjadi.
Dwikorita menyebut, getaran gempa dirasakan hampir di seluruh wilayah Jawa Timur hingga di Yogyakarta. Bahkan masyarakat Bali serta Lombok Barat dikatakannya, juga merasakan getaran gempa.
“Kemudian juga dirasakan sampai ke Kuta, Denpasar, Gianyar, Lombok Barat kemudian juga di Tabanan dan Jembrana dengan intensitas 3 MMI. Yang artinya getaran dirasakan nyata di dalam rumah,” tandasnya.
Seperti diketahui, gempa bumi mengguncang wikayah perairan selatan Jawa Timur pada pukul 19.09 WIB. Semula gempa disebut berkekuatan 6,2 SR. Namun kemudian dilakukan pemutakhiran menjadi Magnitudo 5,9 SR. Kendati tergolong menengah, gempa tidak menyebabkan gelombang tsunami. Meski begitu, getaran telah menyebabkan kerusakan bangunan di sejumlah wilayah.