SITUBONDO,FaktualNews.co-Mengenakan celana pendek, seorang pria tua renta cukup lama di dalam area makam pahlawan di Kota Situbondo, Jawa Timur, Rabu (30/6/2021).
Bahkan, menjelang HUT Bhayangkara ke-75 Tahun 2021, kakek tua renta bernama Margono (71) tampak membersihkan salah satu pusara. Tanpa disadari, air matanya membasahi pipinya yang mulai keriput di makan usia. Itu merupakan pusara ayahnya.
Kakek tua renta itu diketahui memang sering ke tempat pemakaman orang tuanya. Selain mendoakan almarhum orang tuanya, kadang menyampaikan keluh kesahnya di kuburan tersebut.
Pernah pada suatu malam, dia menangis, dan menyampaikan betapa pahit hidupnya.
Kakek tua renta itu bernama Margono itu, memang hidup dalam kondisi perekonomian kurang menguntungkan. Dia tinggal di salah satu ruangan kecil di bekas (eks) stasiun kereta api (KA) Desa Sumber Kolak, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo.
Bahkan, dia mengaku hidup di bekas kandang sapi milik tetangganya, sebelum akhirnya tinggal ruangan kecil bekas stasiun kereta api di Desa Sumberkolak, Kecamatan Panarukan.
Margono, malam itu menangis sesunggukan di makam bapaknya karena merasa tidak pantas hidup dengan kondisi kekurangan ekonomi seperti sekarang. Baginya, sebagai putra salah satu pejuang, seharusnya hidupnya lebih layak.
Bapaknya, dulu seorang perwira polisi berpangkat Kapten, bernama Kapten Petrus. Margono menceritakan, orang tuanya pernah ikut berjuang dalam penumpasan PKI. Semasa hidupnya, beberapa jabatan strategis pernah dijabat ayahandanya di Polres Situbondo.
“Bapak saya pahlawan, semua mengakui. Masa hidupnya dinas di kepolisian,” kata Margono, Rabu (30/6/2021).
Menurutnya, dirinya menilai jasa bapaknya dalam membela kemerdekaan tidak kecil. Tetapi sebagai anak seorang pejuang, pria kelahiran Mojokerto ini malah jarang mendapatkan bantuan. “Saya pernah dua kali nangis malam-malam di makam pahlawan,”bebernya
Sebelum tinggal di stasiun kereta api, Margono juga pernah tinggal di kandang sapi. Dia memilih tidur di sana karena tidak bisa membayar rumah kontrakannya. “Untung ada yang nyuruh tinggal di stasiun. Ya, sampai sekarang di sana,” ujarnya.
Kakek Margono mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap hari. Dia bekerja sebagai pembantu di sebuah kafe di Desa Sumberkolak. Tugasnya, mencuci piring dan kadang memasak. “Sehari dapat upah Rp 20 ribu sama satu nasi bungkus. Kalau nggak masuk, nggak dibayar,” ujarnya.
Sementara itu, Rahadi Purwanto, salah satu warga Desa Sumberkolak mengatakan, kondisi perekonomian Margono cukup memprihatinkan. Tetapi, dia mengapresiasi semangatnya dalam bekerja.
“Kalau mandi di sini, karena di stasiun itu kan tidak ada air. Saya bantu dengan air saja karena hanya itu yang bisa saya berikan,” ujarnya.