Ekonomi

Menolak Terpuruk Saat Pandemi, Begini Kisah Warga di Mojokerto Mengais Rezeki dari Bongkahan Batu

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Begitu memasuki lereng perbukitan tak jauh dari perkampungan Dusun Jatisumber, Desa Watusempek, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, terdengar dentingan logam berbenturan dengan benda keras, Kamis (1/7/2021) pagi.

Semakin siang, bebunyian itu makin riuh. Bahkan suara kokok ayam yang pagi itu semula masih terdengar sayup-sayup kini seolah tenggelam ditelan keramaian bebunyian beradunya logam dengan benda keras.

Samar-samar terlihat puluhan pria membungkukkan badan di depan sebongkah batu cukup besar. Memukul menggunakan palu, dan sasarannya logam pipih berujung lancip yang menancap pada bongkahan batu itu.

Begitulah para pria perkasa menyambut pagi, berharap rezeki dari bongkahan batu yang mereka hasilkan hari ini.

Kecamatan Trowulan, Mojokerto, selain dikenal sebagai kawasan situs cagar budaya nasional peninggalan kerajaan dan masyarakat Majapahit, juga menyimpan berbagai tradisi seni dan budaya. Salah satunya adalah kerajinan patung dari batu.

Keahlian memahat batu jadi patung di masyarakat Trowulan memang sudah turun temurun sejak nenek moyang hingga kini.

Selain membuat patung dengan karakter dewa atau dewi dalam kepercayaan Hindu dan Budha, seiring perkembangan zaman, para pematung juga membuat patung dengan karakter kontemporer sesuai pesanan pembeli.

Achmad Zainudin misalnya, pria berusia 27 tahun ini bisa memahat batu sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mulanya hanya sekadar melihat. Lama-kelaman bergumul, mengamati proses pemahatan, lalu iseng mencoba dan akhirnya terbiasa.

“Selain belajar sendiri, juga diajari oleh bapak,” ucapnya, Kamis (1/7/2021).

Ia mengaku memilih pekerjaan ini, selain karena keluarganya dulu merupakan pemahat, pekerjaan ini juga cukup menjajikan untuk memenuhi kebtuhan hidup sehari-hari.

“Penghasilannya lumayan untuk kebutuhan sehari-hari. Keluarga juga bekerja sebagai seorang pemahat,” tandasnya sambil tersenyum.

Melihat dari dekat, apa yang dilakukan Zainudin dan rekan-rekannya terasa sulit. Untuk memecah batu dan mengukir menjadi sebuah patuh yang artistik dengan bermodalkan mesin grinder, palu dan besi belah.

Apalagi jenis batu yang mereka gunakan adalan batu andesit yang tergolong keras. Namun, pengalaman selama bertahun-tahun membuat mereka terasah.

“Pertama, batu yang sudah dipersiapkan dibelah dulu sesuai ukuran yang kita inginkan. Baru kemudian di ukir sesuai apa yang mau kita buat. Ya kita juga harus telaten dan sabar,” Katanya.

Terkadang ia juga memakai sktesa gambar seperi yang diinginkan oleh pemesan. Jika tidak ada pesanan, ia lebih memilih memahat patung sesui dengan kehendak hatinya.

Waktu pembuatannya pun tergantung tingkat kesulitan dan ukuran. Mulai dari satu minggu hingga satu bulan. Zainudin sendiri menggarap pesanan berbagai ukuran, mulai dari 40 sentimeter hingga 1 meter dan bermacam-macam jenis patung.

“Ada patung raja-raja, dewa-dewa, tapi yang paling diminati atau paling banyak dipesan patung Budha,” paparnya.

Dalam kondisi pandemi Covid-19, Zainudin dan kawan-kawan tidak ingin terpuruk. Ia ingin bangkit dari sebelumnya yang sempat terdampak.

Ia tidak bisa mengirim barang ke luar kota. Dimana biasanya setiap bulannya selalu mengirim pesanan ke berbagai wilayah di Indonesia, paling banyak ke Bali.

“Waktu pandemi kita sulit untuk mengirim barang. Tapi Kini, pesanan patung batu meningkat khususnya dari hotel, tempat wisata, vila dan sejumlah perorangan di Bali,” jelas Zanudin.

Dalam sebulan ia bisa melayani pesanan sekitar 50 – 100 biji patung dalam berbagai ukuran dan harga. Untuk patung kecil dengan ukuran tinggi sekitar 50 – 60 sentimeter dijual sekitar Rp 1 juta.

Sedangkan patung besar dengan ukuran tinggi kisaran 1 sampai 2 meter dijual sekitar Rp 40 juta.